BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank merupakan lembaga keuangan yang dibangun atas dasar kepercayaan. Bank pun dalam pendanaan operasionalnya sebagian besar berasal dari masyarakat. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat ternyata menjadi sumber dana terbesar yang dijadikan andalan oleh bank tersebut. Pencapaiannya mencapai 80-90% dari seluruh dana yang dikelola bank. Setiap lapisan masyarakat yang menyimpan uangnya harus benar-benar yakin akan keamanan uang yang diamanahkannya kepada bank-bank tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula.
Dalam menghimpun dana, bank menyediakan beberapa produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman yang semakin canggih dengan adanya teknologi modern sekaligus persaiangan di dunia global. Selain itu, produk-produk tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penyimpanan kekayaan, sehingga dibutuhkanlah jasa perbankan untuk memenuhinya. Seperti produk-produk penghimpun dananya, yakni: giro, tabungan, dan deposito. Namun, dalam prakteknya ternyata tidak semuanya dapat dibenarkan oleh hukum Islam, oleh karenanya perlu dipahami lagi secara lebih mendalam supaya tidak melanggar hukum Islam yang telah ditetapkan demi kemashlahatan umat manusia. Dari ketiga produk penghimpun dana yang disediakan oleh bank, dalam makalah ini, penulis akan menerangkan lebih jauh lagi tentang giro dan tabungan yang berbasis syari’ah, yang kemudian penulis harap dari diselesaikannya makalah ini, semoga dapat bermanfaat dengan sebesar-besarnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis akan membahas beberapa point sebagai berikut:
1. Apa saja produk-produk penghimpunan dana perbankan syariah?
2. Apa itu penghimpunan dana bank syariah?
3. Apa itu penyaluran dana bank syariah?
1.3 Tujuan
Mengetahui apa itu apa-apa saja produk-produk perbankan syariah dan bentuk-bentuk penghimpunan dana bank dan bentuk penyaluran dana bank syariah.
1.4 Manfaat
Dalam pembahasan ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis. Karena dalam ilmu bank dan lembaga keungan kita bisa menggunakan produk-produk perbankan syariah dan bentuk penghimpunan dana syariah.
.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Produk-produk Perbankan Syariah
A. Giro Syari’ah
1. Pengertian
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, dan sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Nasabah yang memiliki simpanan giro akan memperoleh nomor rekening. Jadi, giro merupakan dana yang disimpan di bank pada rekening giro sebagai titipan yang dapat diambil sewaktu-waktu.
Adapun yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa Nomor 01/DSN-MUI/VI/2000 yang menyatakan bahwa giro yang dibenarkan syariah adalah giro berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
a. Giro Wadiah
Yang dimaksud giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendak. Dalam kaitannya dengan produk giro, Bank Syariah menerapkan prinsip wadiah yad dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip yang menberikan hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi yang disertai hak untuk mengelola dana titipan dengan tanpa mempunyai kewajiban memberikan bagi hasil dari keuntungan pengelolaan dana tersebut. Namun demikian, Bank Syariah diperkenankan memberikan insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya.
Ketentuan umum giro berdasarkan wadiah yaitu:
Bersifat titipan
Titipan bisa diambil kapan saja (on call)
Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
b.Giro Mudharabah
Yang dimaksud dengan giro mudharabah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayadah, yang perbedaan utama diantara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelolah hartanya, baik dari sisi tempat, waktu, maupun objek investasinya. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelolah dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, Bank Syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembankannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain.
Dalam mengelola harta mudharabah, bank menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Disamping itu, bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, PPH bagi hasil giro mudharabah dibebankan langsung ke rekening giro mudharabah pada saat perhitungan bagi hasil.
2. Sarana Penarikan
a. Cek (cheque)
Penarikan rekening giro dengan menggunakan cek, artinya penarikan dana secara tunai, oleh karena itu cek juga berfungsi sebagai alat pembayaran.
b. Bilyet Giro
Bilyet giro digunakan oleh pemilik rekening giro apabila akan melakukan penarikan secara non tunai atau pemindahbukuan. Syarat-syarat dan tata cara penggunaan bilyet giro dalam kegiatan bank syari’ah diatur oleh Bank Indonesia, di antaranya surat edaran yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia SE BI No. 4/670 UPPB/PbB Tanggal 24 Januari 1972 yang disempurnakan dengan SE BI No. 28/32/UPG Tanggal 01 Juli 1995.
B. Tabungan Syari’ah
1. Pengertian
Tabungan adalah simpanan dana yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Para ahli perbankan tempo dulu memberikan pengertian tabungan merupakan simpanan sementara, maksudnya simpanan untuk menunggu apakah investasi, untuk keperluan sehari-hari atau konsumsi yang dapat ditarik sewaktu-waktu dalam bentuk giro.
Bank syari’ah menerapkan dua akad dalam tabungan, yaitu wadhi’ah dan mudharabah.
a. Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Berkaitan dengan produk tabungan wadiah, Bank Syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang disertai hak untuk menggunakan atau menanfaatkan dana atau barang tersebut. Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta titipan tersebut serta mengembalikannya kapan saja pemiliknya menghendaki. Di sisi lain, bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang tersebut.
Mengingat wadiah yad dhamanah ini mempunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh, maka nasabah penitip dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk membagihasilkan keuntungan harta tersebut. Namun demikian, bank diperkenankan memberikan bonus kepada pemilik harta titipan selama tidak disyaratkan di muka. Dengan kata lain, pemberian bonus merupakan kebijakan Bank Syariah semata yang bersifat sukarela.
Dari pembahasan diatas, dapat disarikan beberapa ketentuan umum tabungan wadiah sebagai berikut:
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik harta.
Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi milik atau tanggungan bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian.
Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai sebuah insentif selama tidak diperjanjikan dalam akad pembukaan rekening.
2. Sarana Penarikan
a. Buku Tabungan
Buku tabungan merupakan salah satu bukti bahwa nasabah tersebut adalah nasabah penabung di bank syari’ah. setiap nasabah tabungan akan diberikan buku tabungan, yaitu merupakan buku yang menggambarkan mutasi setoran, penarikan, dan saldo atas setiap transaksi yang terjadi.
b. Slip Penarikan
Slip penarikan merupakan formulir yang disediakan oleh bank syari’ah untuk kepentingan nasabah yang ingin melakukan penarikan tabungan melalui kantor bank syari’ah yang menerbitkan tabungan. Di dalam slip penarikan, nasabah perlu mengisi nama pemilik rekening, nomor rekening, serta jumlah penarikan, baik angka maupun huruf, kemudian menandatangani slip penarikan
c. ATM
ATM merupakan kepanjangan dari Automated Teller Machine atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan Anjungan Tunai Mandiri adalah sebuah alat elektronik yang mengizinkan nasabah bank untuk mengambil uang dan mengecek rekening tabungan nasabah tanpa perlu dilayani oleh seorang “teller” manusia. ATM sering ditempatkan di lokasi-lokasi strategis, seperti restoran, pusat perbelanjaan, bandar udara, pasar, dan kantor-kantor bank itu sendiri.
C. Deposito Syariah
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.
Deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito berdasarkan prinsip mudharabah.
Dalam mengaplikansikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal dan) bank bertindak sebagai mudharib (pengelola). Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi dua yaitu :
a.Mudharabah mutlaqah
Dalam deposito Mudharabah mutlaqah, pemilik dana tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank syariah dalam mengelola investasinya. Dengan kata lain, bank syariah mempunyai hak kebebasan dalam menginvestasikan dana mudharabah mutlaqah ini keberbagai sector bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.
b.Mudharabah muqayyadah
Berbeda halnya dengan deposito Mudharabah Mutlaqah, dalam deposito Mudharabah Muqayyadah, pemilik dana memberika batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara, maupun objekinvestasinya. Dengan kata lain bank syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana ini keberbagai sector bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan..
Ketentuan tentang deposito Syariah :
Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola.
Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakuka berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain.
Modala harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangakan dalam akad pembukaan rekening.
2.2 Penghimpunan Dana
a. Penghimpuanan Dana Wadi’ah Yad Dhamanah
Dalam kegiatan penghimpuanan dana dari masyarakat, lembaga keuangan syariah dapat menawarkan produk jasa wadi’ah, yang dari segi kebahasaan berarti titipan. Aqad wadiah tergolong dari bagian aqad tabarru’, yakni akad yang mengandung kebajikan karena mengandung unsur tol9ong menolong antar sesama manusia dalam lingkungan sosialnya.
Prinsip dasar wadiah menyebutkan bahwa seorang penitip barang wajib membayar seluruh biaya yang dikeluarkan oleh yang dititipi, secara otomatis, untuk keperluan memelihara barang titipan tersebut, disamping imbalan jasa dalam jumlah yang sesuai dengan kadar kepatutan atau berdasarkan kesepakatan diawal antara kedua belah pihak ketika perjanjian wadi’ah dibuat.
Demikian juga dalam hal pengarahan dana Wadi’ah, pada perinsipnya pihak lembaga boleh memungut biaya administrasi kepada nasabah, karena ini menjadi haknya, dan nasabah wajib memenuhi sebagai imbalan jasa yang diberikan untuk memelihara keamanan harta (dana) yang diditipkan nasabah kepadanya. Adapun besarnya biaya administrasi, kadarnya ditentukan berdasarkan parameter yang wajar dalam dunia perbankan.
Dalam rangka pengerahan dana ini, atas seijin penitip (nasabah), pihak lembaga dapat mengelolanya untuk tujuan komersial, sehingga bila diperoleh keuntungan pihak lembaga dapat m,emberikan hibbah (bonus) yang besarnya tidak boleh ditetapkan secara pasti dimuka dengan kalkulasi angka-angka rupiah ataupun presentasi atas nilai pokok dana wadiah. Sebaliknya bila kerugian yang didapat, pihak lembagalah yang menaggung kerugian tersebut, sehingga wadiah seperti ini lazim dikenal dalam istilah fiqih dengan sebutan Wadi’ah yad ad-dhamanah, (titipan dengan resiko ganti rugi).
Dalam praktiknya, sebagian pengelola lembaga keuangan syariah menyebut bonus wadi’ah sebagai istilah Bagi Hasil yang besarnya ditentukan dimuka atas dasar perhitungan persentase angka-angka rupiah serta dengan membandingkan besaran bunga tabungan yang diberikan oleh bank konvensional dalam menarik minat caln nasabah. Hal ini dilakukan karena pihak pengelola merasa kesulitan ketika harus menjelaskan dengan semestinya prinsip wadi’ah dalam ajaran syariah, sementara pada saat yang sama pengetahuan ke-syariahan nasabah sendiri masih sangat rendah. Dismping itu ditemukan pula bukti bahwa sebagian besar pengelola lembaga keuangan syariah melakukan hal sama karena kurang percaya diri dan menganggap pola yang ditawarkan lembaga keuangan syariah tidak lebih efektif daripada yang dilakukan bank konvensional.
b. Penghimpunan Dana Mudharabah
Mudharabah merupakan wahana utama bagi perbankan syariah untuk memobilisasi dana masyarakat yang terserak dalam jumlah besar dan untuk menyediakan berbagai fasilitas, antara lain fasilitas pembiayaan bagi para pengusaha.
Mudharabah adalah salah satu aqad kerjasama kemitraan yang berdasarkan prinsip berbagi untung dan rugi (profit and loss sharing principle), yang dilakukan sekurang-kurangnya oleh dua belah pihak, dimana pihak yang pertama memiliki dan menyediakan modal, sedang pihak yang kedua memiliki keahlian dan beratanggung jawab atas pengelolaan dana/ manajemen usaha halal tertentu. Dasar perjanjian Mudharabah adalah kepercayaan murni, sehingga dalam rangka pengelolaan dana oleh pihak ke-2, pihak pemilik modal tidak diperkenankan mengintervensi dalam bentuk apapun selain hak melakukan pengawasan untuk menghindari pemanfaatan dana diluar rencana yang disepakati, serta bagaimana antisipasi bagaimana terjadinya kecerobohan dan atau kecurangan yang dapat dilakukan pengelola.
2.3 Penyaluran Dana
1.Mudharabah
Adapun dalam hal penyaluran dana Mudharabah, pihak perbankan bertindak sebagai pemilik dana dan nasabah sebagai pengelola. Pihak perbankan memberikan kepercayaan penuh kepada nasabah untuk memanfaatkan fasilitas pembiayaan berbagi hasil ini sebagai modal mengelola usaha halal tertentu dan Feasible. Karena landasan dasar mudharabah ialah murni kepercayaan dari pemilik modal, maka pihak perbankan dituntut ekstra hati-hati dan slektif terhadap pembiayaan yang diajukan nasabah, lebih dari yang sewajarnya dilakukan. Hal ini penting dikemukakan, karena sedikit saja kesalahan dilakukan, akibatnya fatal bagi pihak bank mengingat produk mudharabah selalu terkait dengan prinsip berbagi untung dan rugi.
Adalah bentuk kerja sama antara 2 (dua) atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Ketentuan umum:
• Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal, harus secara tunai, dapat berupa uang tunai atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Jika modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama
• Hasil pengelolaan diperhitungkan dengan 2 (dua) cara: 1) revenue sharing, yang berasal dari pendapatan proyek, dan 2) profit sharing, dari keuntungan proyek.
• Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.
2.Musyarakah
Secara bahasa syirkah atau musyarakah berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam istilah fikih syirkah adalah suatu akad antara dua orang atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Giro dan tabungan, deposito syari’ah merupakan produk yang disediakan oleh bank syari’ah sebagai jasa untuk memenuhi kebutuhan khalayak yang juga merupakan tuntutan zaman globalisasi yang semakin mempermudah tercapainya kebutuhan manusia yang tak kenal cukup. Ada dua macam akad yang dapat dilakukan pada ketiga produk tersebut, yaitu akad wadi’ah dan mudharabah. Ketiga produk tersebut memiliki fungsi dan tujuan yang sama-sama menguntungkan antara kedua belah pihak, baik nasabah atau shahibul maal maupun pengelolanya atau disebut juga bank.
Perbankan syari’ah merupakan lembaga yang menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana. Oleh sebab itu, bank syari’ah membutuhkan sumber-sumber dana yang akan dikelola. Adapun sumber-sumber dana di bank syari’ah antara lain: modal,titipan dan investasi.
Dalam Bank Syariah, klasifikasi penghimpunan dana yang utama tidak didasarkan atas nama produk melainkan atas prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari pembaca untuk kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M. S. (2001). Bank Syari'ah, Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Drs. H. Karnaen Perwataatmadja, M., & H. Muhammad Syafi'i Antonio, M. (1992). Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Drs. Ismail, M. A. (2011). Perbankan Syari'ah. Jakarta: Kencana.