Makalah Telaah Materi Kurikulum
Oleh :
Desi Dwi Martati Ritonga
Fitriani
Nurhasanah
Siti Lumayan
Tika Maryanti
Zarra Zettira
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Jika
ingin membangun suatu bangsa, maka bangunlah yang pertama sistem
pendidikannya, dan jika ingin membangun pendidikan, maka bangunlah yang
pertama sistem kurikulum, karena kurikulum merupakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan, dan pada hakekatnya kurikulum merupakan ilmu
tentang proses mencerdaskan anak bangsa agar ia bermakna bagi
kehidupannya. Sebab kurikulum merupakan jantung dunia pendidikan, dan
kurikulum itu mutlak harus ada.
Kurikulum
mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya
tujuan-tujuan pendidikan. Sementara itu, dunia yang semakin cepat
mengglobal sekaligus menyempit menyeret kurikulum pendidikan harus
bersifat dinamis agar tidak ketinggalan. Dinamis mengikuti dinamika
perubahan lingkungan yang ada serta dinamis mengantisipasi segala
kemungkinan perubahan masa depan. Berdasarkan alasan tersebut, kurikulum
apa pun perlu senantiasa adaptif dan dikelola dengan baik, dalam semua
jenjang dan jenis pendidikan.
Kemudian
dalam perubahan pengembangan kurikulum tersebut, tidak dapat
ditinggalkan yaitu model, pendekatan, orientasi, dan strategi dan yang
lain-lainnya yang dibutuhkan dalam pengembangan kurikulum. Karena dengan
seperti itu kurikulum dapat dirubah dengan baik dan benar. Sehingga
tujuan pendidikan itu dapat tercapai dengan apa yang diinginkan oleh
pemerintah, maka implementasinya juga berjalan sesuai dengan
langkah-langkah yang ada dalam setiap model, pendekatan, orientasi, dan
strategi pengembangan kurikulum tersebut.
Akan
tetapi sebelum diimplementasikan model-model tersebut dalam
pengembangan kurikulum, terlebih dahulu harus dikaji dan ditelaah
sehingga pelaksanaannya dapat terlaksana dengan baik dan benar sesuai
dengan tujuan pendidikan khususnya di indonesia ini. Sebab model-model
tersebut berbeda-beda, tidak harus semua model harus sama,
langkah-langkahnya harus sama maka dari itu hasilnya juga berbeda-beda
tergantung pada pengembang kurikulum.
B. Rumusan Masalah
Mengaplikasikan tentang model-model pengembangan kurikulum, dimana model-model tersedut adalah:
1. The Administrative Model
2. The grass roots model
3. Beauchamp’s system
4. The Demonstration Model
5. Taba’s Inverted Model
6. Roger’s Interpersonal Relation Model
C. Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
perkembangan model-model pengembangan kurikulum agar para calon guru dan
para pembaca dapat mengetahui bagaimana perkembangan kurikulum
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Model
model pengembangan kurikulum merupakan model yang digunakan untuk
mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan
untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk
dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau
sekolah.
A. The Administrative Model
Merupakan
model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling banyak
dikenal. Diberi nama model administrasi atau line staff karena inisiatif
dan gagasan pengembangan datang dari administrator pendidikan dan
mengunakan prosedur administrasi.
Dengan
wewenang administrasinya , administratorpendidikan membentuk suatu
komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum . anggota anggota komisi
atau tim terdiri dari pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan , ahli
kurikulum , ahli disiplin ilmu. Tugas tim atau komisi ini adalah
merumuskan konsep konsep dasar, landasan landasan , kebijaksanaan , dan
strategi utama dalam pengembangan kurikulum, setelah hal hal yang
mendasar ini terumuskan dan mendapatkan pengkajian yang seksama ,
administrator pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan
kurikulum . para anggota tim atau komisi ini terdiri atas para ahli
pendidikan atau kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi ,
guru guru bidang studi yang senior. Tim kerja pengembangan kurikulum
bertugas menyusun kurikulum yang sesunggunya yang lebih operasional,
dijabarkan dari konsep konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah
digariskan oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan
tujuan yang lebih operasionaldari tujuan tujuan yang lebih umum, memilih
dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajran dan
evaluasi, serta menyusun pedoman pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut
bagi guru guru.
Setelah
semua tugas dari tim kerja pengembang kurikulum tersebut selesai, hasil
nya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang
atau pejabat yang kompenten. Setelah mendapatkan penyempurnaan , dan
dinilai telah cukup baik , administrator pemberi tugas menetapkan
berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolah sekolah untuk
melaksanakan kurikulum tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas ,
model pengembangan kurikulum demikian disebut juga model top down atau
line staff. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera
berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaannya, terutama dari
guru guru. Mereka perlu mendapatkan petunjuk dan penjelasan atau mungkin
juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan . kebutuhan akan adanya
penataran sering tidak dapat dihindarkan.
Dalam
pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tauhun tahun permulaan
diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengaman dan pengawasan
serta bimbingan dalam pelaksanaan nya . setelah berjalan beberapan saat
perlu juga dilakukan suatu evaluasi untuk menilai bauik validitas
komponen komponennya , prosedur pelaksanaan maupun keberhasilannya .
penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat
atau daerah, sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus
sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan
balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah, maupun
sekolah.
B. The grass roots model
Sejarah Grass Roots
Model
akar rumput dikembangkan oleh Smith, Stanley & Shores pada tahun
1957. Model akar rumput atau disebut dengan the grass roots model
berbeda dengan rekayasa model administrasi. Misalnya model ini diawali
oleh guru, pembina disekolah dengan mengabaikan metode pembuatan
keputusan kelompok secara demokratis dan dimulai dari bagian-bagian yang
lemah kemudian diarahkan untuk memperbaiki kurikulum tertentu yang
lebih spesifik atau kelas-kelas tertentu.
Dalam
model ini didasarkan pada pertimbangan bahwa guru adalah perencana,
pelaksana, dan juga penyempurna pengajaran dikelasnya. Jadi bedanya pada
bila model Administrasi bersifat sentralisasi pada model akar rumput
ini bersifat desentralisasi. Hal ini memungkinkan terjadinya kompetisi
di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya
akan menghasilkan manusia-manusia yang mandiri dan kreatif.
Orientasi yang demokratis dari rekayasa ini bertanggung jawab membangkitkan 2 asumsi yang sangat penting yaitu :
- bahwa kurikulum hanya dapat diterapkan secara berhasil apabila guru dilibatkan secara langsung dengan proses pembuatan dan pengembangannya.
- bukan hanya para profesional, tetapi murid, orang tua, anggota masyarakat lain harus dimasukkan dalam proses pengembangan kurikulum.
Dilihat
dari cakupan pengembangannya ada dua pendekatan yang dapat diterapkan.
Pertama, pendekatan top down atau pendekatan administrative, yaitu
pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah; dan kedua adalah
pendekatan grass root, atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh
inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat atau skala yang
lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan
kurikulum dari bawah ke atas.
Kalau
pada pendekatan administratif inisiatif pengembangan kurikulum berasal
dari para pemegang kebijakan kemudian turun ke stafnya atau dari atas ke
bawah, maka dalam model grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum
dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator,
kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, makanya pendekatan
ini dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh
karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak
digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement),
walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam
pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini :
- menyadari adanya masalah. Pendekatan grass roots biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakan ketidakcocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar siswa sehingga kita merasa terganggu, dan lain sebaginya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak mungkin grass roots dapat berlangsung.
- mengadakan refleksi. Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literatur yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan latar belakangnya. Dengan pemahaman tersebut, akan memudahkan bagi guru dalam mendesain lingkungan yang dapat mengaktifkan siswa memperoleh pengalaman belajar.
Ada beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa :
- Pengalaman siswa harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Setiap tujuan akan menentukan pengalaman pembelajaran.
- Setiap penglaman belajar harus memuaskan siswa.
- Setiap rancangan pengalaman siswa belajar sebaiknya melibatkan siswa.
- Mungkin dalam satu penglaman belajar dapat mencapai tujuan yang berbeda. Terdapat beberapa bentuk pengalaman belajar yang dapat dikembangkan, misalkan pengalaman belajar untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, pengalaman belajar untuk membantu siswa dalam mengumpulkan sejumlah informasi, pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan sikap sosial, dan pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan minat.
Adapun ciri-ciri dari grass roots model yaitu :
- Guru memiliki kemampuan yang professional.
- Keterlibatan langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan dan penentuan evaluasi.
- Muncul konsensus tujuan, prinsip – prinsip maupun rencana – rencana diantara para guru.
- Bersifat desentralisasi dan demokratis.
Pengembang
Kurikulum Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut
berpartisipasi yaitu administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli
kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru dan orang tua murid
serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara
terus menerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah
administrator, guru dan orang tua
Pengembang Kurikulum
Dalam
mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi
yaitu administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli
bidang ilmu pengetahuan, guru-guru dan orang tua murid serta tokoh-tokoh
masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut
terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah administrator, guru dan
orang tua.
Kelebihan
Model Akar Rumput Dari penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan
bahwa kelebihan dari Model Akar Rumput ini adalah pengikutsertaan semua
komponen sekolah dari kepala sekolah, guru, siswa bahkan orang tua
siswa. Meskipun dalam hal ini tidak mengetahui apakah itu kurikulum akan
tetapi demi tanggung jawab dan kepentingan dari siswa maka
hal-pengembangan kurikulum yang dilakukan harus melibatkan orang tua
siswa.
Kelemahan
Model Akar Rumput Kelemahan model ini adalah menerapkan metode
partisipasi yang demokratis dalam proses yang khusus, bersifat teknis
yang kompleks. Ini tidak berarti bahawa keputusan masyarakat umumnya
tidak perlu diperhatikan atau para guru tidak boleh diberi peran dalam
rekayasa kurikulum. Ini hanya untuk menyatakan bahwa peran dasar
pemikiran satu suara tidak atau belum tentu menghasilkan sesuatu yang
terbaik dalam suatu situasi, otoritas tertentu amat diperlukan. Namun
perlu diingat bahwa model ini lebih memberikan konstribusi awal dalam
memperkuat landasan pembuatan keputusan kurikulum dan dalam hal itu
model ini bertanggung jawab terhadap keinginan-keinginan masyarakat.
C. Beauchamp’s system
Pengertian Kurikulum Menurut Beauchamp
Konsep
kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik
pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan
yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan
mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa.
Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani Kuno, namun dalam lingkungan
dan hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang.
Banyak orangtua bahkan juga para guru, kalau ditanya tentang kurikulum
akan memberikan jawaban sekitar mata pelajaran. Lebih khusus mungkin
kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.
Pendapat-pendapat
yang muncul selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi
lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar, bahkan juga
menunjukkan adanya perubahan lingkup dari konsep yang sangat sempit
kepada yang lebih luas.
George
A.Beauchamp (1968) lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum adalah
suatu rencana pendidikan atau pengajaran, sedangkan pelaksanaan rencana
itu sudah masuk pengajaran.
Dalam
Sukmadinata (2005:5), Beauchamp mengatakan: A curriculum is a written
document which may contain many ingredients, but basically it is a plan
for the education of pupils during their enrollment in given
school.Senada dengan pendapat tersebut, Ansyar dan Nursain (1991:25)
merekam pendapat Beauchamp (1981) sebagai berikut: Kurikulum sebagai
dokumen tertulis yang memuat rencana untuk pendidikan peserta didik
selama belajar di sekolah. Selanjutnya Beauchamp (1976) mendefinisikan
teori kurikulum sebagai: … a set of related statements that gives
meaning to a schools’s curriculum by pointing up the relationships among
its elements and by directing its development, its use, and its
evaluation. (Sukmadinata, 2005: 6). Bidang cakupan teori atau bidang
studi kurikulum meliputi: konsep kurikulum, penentuan kurikulum,
pengembangan kurikulum, desain kurikulum, implementasi dan evaluasi
kurikulum.
Selain
sebagai bidang studi, menurut Beauchamp, kurikulum juga sebagai rencana
pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan
bagian dari sistem persekolahan. Sebagai suatu rencana pengajaran,
kurikulum berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan,
kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran.
Sebagai suatu sistem, kurikulum merupakan bagian atau subsistem dari
keseluruhan kerangka organisasi sekolah atau sistem sekolah. Kurikulum
sebagai suatu sistem menyangkut penentuan segala kebijakan tentang
kurikulum, susunan personalia dan prosedur pengembangan kurikulum,
penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya. Fungsi utama sistem kurikulum
adalah dalam pengembangan, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya,
baik sebagai dokumen tertulis maupun aplikasinya dan menjaga agar
kurikulum tetap dinamis.
Langkah –langkah pengembangan kurikulum menurut Beauchamp :
Menurut Beauchamp, ada lima langkah atau pentahapan dalam mengembangkan suatu kurikulum (Beauchamp’s System).
- Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut: sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi, negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijakan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum.Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum lianya mencakup satu daerah kabupaten saja sebagai pilot proyek.
- Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum.
Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum:
- para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar
- para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih
- para profesional dalam sistem pendidikan
- profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Beauchamp
mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas mungkin,
yang biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pegembangan
kurikulum, dibanding dengan tokoh¬tokoh lain seperti, para penulis dan
penerbit buku, para pejabat pemerintah, politikus, dan pengusaha serta
industriawan. Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan
tingkat dan luas wilayah arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional
tidak terlalu banyak melibatkan guru.Sebaliknya untuk tingkat kabupaten,
kecamatan atau sekolah keterlibatan guru-gurusemakinbesar.
Mengenai
keterlibatan kelompok-kelompok personalia ini, Beauchamp mengemukakan
tiga pertanyaan: (1) Haruskah kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut
dilibatkan dalam pengembangan kurikulum?, (2) Bila ya, apakah peranan
mereka?, (3) Apakah mungkin ditemukan alat dan cara yang paling efektif
untuk melaksanakan peran tersebut?
3.
Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan
dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan
tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta
kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu:
a. membentuk tim pengembang kurikulum
b. mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang digunakan
c. studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru
d. merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru
e. penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
4. Implementasi kurikulum.
Langkah
ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum
yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang
menyeluruh,baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun
biaya, di samping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau
administrator setempat.
5. Evaluasi kurikulum.
Merupakan langkah terakhir yang mencakup empat hal, yaitu:
a. evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru
b. evaluasi desain kurikulum
c. evaluasi hasil belajar siswa
d. evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.
Data
yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi
penyempurnaan sistem dan desain kurikulum serta prinsip pelaksanaannya.
D. The Demonstration Model
Model
demonstration pada dasarnya bersifat grass roots, datang dari bawah.
Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja
sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model
ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup sesuatu atau beberapa
sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen
kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang
ada, pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak
tertentu.
Menurut Smith, Stanley, dan shores ada dua variasi model demonstrasi ini.
Pertama,
sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk
melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum. Proyek ini
bertujuan mengadakan penelitian dan pengembangan tentang salah satu atau
beberapa segi / komponen kurikulum. Hasil pengembangan ini diharapkan
dapat digunakan bagi lingkungan yang lebih luas. Kegiatan penelitian dan
pengembangan ini biasanya diprakarsai dan diorganisasi oleh instansi
pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kantor wilayah pendidikan dan
kebudayaan, dan sebagainya.
Bentuk
yang kedua, kurang bersifat formal. Beberapa orang guru yang merasa
kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian dan
pengembangan sendiri. Mereka mencoba menggunakan hal-hal lain yang
berbeda dengan yang berlaku. Dengan kegiatan ini mereka mengharapkan
ditemukan kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik,
untuk kemudian digunakan didaerah yang lebih luas.
Ada beberapa kebaikan dari pengembangan kurikulum dengan model demonstrasi ini.
- Karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam situasi tertentu yang nyata, maka akan dihasilkan suatu kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih praktis.
- Perubahan atau penyempurnaan kurikulum dalan skala kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk ditolak oleh administrator, dibandibg dengan perubahan dan penyempurnaan yang menyeluruh
- Pengembangan kurikulum dalam skala kecil dengan model demontrasi dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumentasinya bagus tapi pelaksanaannya tidak ada.
- Model ini sifatnya yang grass roots menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan nara sumber yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru.
Sedangkan kelemahan dari model
demostration ini adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi
mereka akan menerimanya dengan enggan-enggan, dalam keadaan terburuk
mungkin akan terjadi apatisme.
E. Taba’s Inverted Model
Model
pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Taba berbeda dengan cara
lazim yang bersifat deduktif karena caranya yang bersifat induktif.
Itulah sebabnya model ini disebut “model terbalik”. Ada lima langkah
pengembangan kurikulum model taba ini, yaitu :
1. Mengadakan unit-unit eksperimen kerjasama guru-guru.
Didalam unit eksperimen ini diadakan studi yang seksama tentang hubungan antara teori dan praktek.
Ada delapan langkah kegiatan dalam unit eksperimen ini .
a. mendiagnosis kebutuhan
Pada
langkah ini, pengembangan kurikulum dimulai dengan menentukan
kebutuhan-kebutuhan siswa melalui diagnosis tentang berbagai kekurangan
(deficiencies), dan perbedaan latar belakang siswa. Tenaga pengajar
mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta
kebutuhan-kebutuhan siswa dalam suatu proses pengajaran. Lingkup
diagnosis tergantung pada latar belakang program yang akan direvisi,
termasuk didalamnya tujuan konteks dimana program tersebut difungsikan.
b. Merumuskan tujuan khusus.
Setelah
kebuttuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya para pengembang
kurikulum merumuskan tujuan. Rumusan tujuan akan meliputi: Konsep
atau gagasan yang akan dipelajari Sikap kepekaan dan perasaan yang akan
dikembangkan, Cara befikir untuk memperkuat, Kebiasaan dan keterampilan
yang akan dikuasai.
c. Memilih isi
Pemilihan
isi kurikulum sesuai dengan tujuan meerupakan langkah berikutnya.
Pemilihan isi bukan saja didasarkan pada tujuan yang harus dicapai
sesuai dengan langkah kedua, akan tetapi juga harus mempertimbangkan
segi validitas dan kebermaknaannya untuk siswa.
d. Mengorganisasi isi
Melalui
penyeleksian, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan itu
disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa
sebaiknya kurikulum itu diberikan.
e. Memilih pengalaman belajar.
Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman belajar yag harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.
f. Mengorganisasi pengalaman belajar.
Guru
selanjutnya menentukan bagaimana mengemas pengalaman-pengalaman belajar
yang telah ditentukan itu kedalam paket-paket kegiatan itu, siswa
diajak serta, agar mereka memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan
kegiatan belajar.
g. Menentukan alat evaluasi dan prosedur yang harus dilakukan siswa.
Pada
penentuan alat evaluasi guru dapat menyeleksi berbagai teknik yang
dapat dilakukan untuk menilai prestasi siswa, apakah siswa sudah
mencapai tujuan atau belum.
h. Menguji keseimbangan isi kurikulum.
Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi, pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa.
2. Menguji unit eksperimen
Unit
yang sudah sudah dihasilkan pada langkah yang pertama harus
diujicobakan pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian
dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan kepraktisan sehingga
dapat menghimpun data sebagai penyempurnaan.
3. Mengadakan revisi dan konsulidasi
Dari
langkahh pengujian di peroleh beberapa data,data tersebut di gunakan
untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan. selain perbaikan dan
penyempurnaan di adakan juga kegiatan konsulidasi,yaitu penarikan
kesimpulan tentang hal-hal yang lebi bersifat umum dan luas.Hal itu di
lakukan,sebab meskipun suatu unit ekseterimen telah cukup valid dan
praktis pada sekolah belum tentu demikian juga pada sekolah yang
lainnya.untuk menguji keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu
adanya kegiatan konsulidasi.
4. Menyusun kerangka kerja teoritis.
Perkembangan
yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan yang berdasarkan pada
pertanyaan-pertanyaan apa isi unit-unit yang disusun secara berurutan
itu telah berimbang ke dalamnya dan keluasannya, dan apakah pengalaman
belajar telah memungkinkan belajarnya kemampuan intelektual dan
emosional.
5. Impelementasi dan di seminasi
yang
dikembangkan secara menyeluruh dan mendiseminasikan (menerapkan
kurikulum pada daerah atau sekolah yang lebih luas),atau Pada tahap ini
harus diperhatikan berbagai masalah seperti kesiapan tenaga pengajar
untuk melaksanakan kurikulum di kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung
yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan dan biaya yang tersedia,
semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar
tercapai hasil optimal.
Jadi
kurikulum ini sangat cocok digunakan di Indonesa karena dalam
pemgembangan Model Terbalik Hilda Taba realitas dengan pelaksanaannya,
yaitu melalui pengujian terlebih dahulu oleh staf pengajar yang
profesional. Dengan demikian, model ini benar-benar memadukan antara
teori dan praktek.
Menurut Wheeler berpendapat bahwa pengembangan kurikulum teridri dari 5 tahap yaitu:
- Mementukan tujuan umum dan tujuan khusus.
- Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam dalam langkah pertama. Yang dimaksud dengan pengalaman belajar disini adalah segala aktivitas siswa dalam berinteraksi denagn lingkungan. Menentukan pengalaman belajar merupakan hal yang penting untuk materi - materi yang sesuai dalam proses pembelajaran.
- Menentukan isi dan materi pelajaran sesuai dengan pengalaman belajar
- Mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi pelajaran.
- Melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan.
Berdasarkan dari langkah-
langkah pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Wheeler terlihat
bahwa pengembangn kurikulum itu berbentuk sebuah siklus (lingkaran) yang
mana pada setiap tahap dalam siklus tersebut membentuk suatu sistem
yang terdiri dari komponen- komponen pengembangan yang saling
berhubungan satu sama lain.
F. Roger’s Interpersonal Relation Model
Meskipun
Rogers bukan seorang ahli pendidikan (ia ahli psikologi atau
psikoterapi) tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya
bagaimana membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang
pendidikan dan pengembangan kuriulum. Memang ia banyak mengemukakan
konsepnya tentang perkembangan dan perubahanindividu. Menurut When
Crosby (1970: 388) perubahan kurikulum adalah perubahan individu.
Menurut
Rogers manusiaberadadalam proses perubahan (becoming, developing,
changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk
berkembang sendiri , tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia
membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat
perubahan tersebut. Pendidikan juga tidaklain merupakan upaya untuk
membantu memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut. Guru serta
pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan
anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
Ada
empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers. Pertama, pemilihan
target dari sistem pendidikan. Di dalampenentuan target
inisatu-satunyakriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan
dari pejabat pendidikan untuk turutserta dalam kegiatan kelompok yang
intensif. Selama satuminggu parapejabat pendidikan/administrator
melakukan kegiatan kelompok dalam suasana yang relaks, tidak formal.
Melalui kegiatan kelompok ini mereka akan mengalami perubahan-perubahan
sebagaiberikut.
- He is less protective of his own beliefs and can listen more accurately.
- He finds it easier and less threatening to accept innovative ideas.
- He has less need to protect bureaucratic rules.
- He communicates more clearly and realistically to superiors, peers, and sub-ordinates because he is more open and less self-protective.
- He is more person oriented and democratic.
- He openly confronts personal emotional frictions between him self and colleagues.
- He is more able to accept both positive and negative feeback and use it constructively (Rogers, 1967:722)
Langkah
kedua dalam pengembangan kurikulum model Rogers adalah partisipasi
guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Samaseperti yang dilakukan
para pejabat pendidikan, guru juga turut serta dalam kegiatan kelompok.
Keikutsertaan guru dalam kelompok tersebut sebaiknya bersifat
sukarela, lama kegiatan kalau bisa satuminggu lebih baik, tetapi dapat
juga kurang dari satuminggu.
Menurut
Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
- Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
- Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
- Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
- Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
- Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspydan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpanbalik positif.
Ciri-ciri guru yang fasilitatifadalah :
- Merespon perasaan siswa.
- Menggunakan ide-ide siswauntukmelaksanakaninteraksi yang sudahdirancang.
- Berdialogdanberdiskusidengan siswa.
- Menghargaisiswa.
- Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
- Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa).
- Tersenyum pada siswa.
Langkah
ketiga, pengembanganpengalamankelompok yang intensif untuk satu kelas
atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam
kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru atau administrator
ataufasilitatordariluar.Dan kegiatan ini para siswa akan mendapatkan:
- He feels freer to express both positive and negative feelings in class.
- He works through these feelings toward a realistic solutin.
- He has more energy for learning because he has less fear of constant evaluation and punishment.
- He discovers that he is responsible for his own learning.
- He awe anal tear of authority diminish as he finds teachers and administratorsto be fallible human beings.
- He finds that the learning process enables him to deal with his lily (Rogers, 1967:725).
Langkah
keempat, partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Kegiatan ini
dapat dikoordinasi oleh masing-masing sekolah. Kegiatan ini bertujuan
memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan
anak, dan dengan guru. Rogers juga menyarankan, kalau mungkin ada
pengalaman kegiatan kelompok yang bersifat campuran. Kegiatan merupakan
kulminasi dari semua kegiatan kelompok di atas.
Model
pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model-model
lainnya. Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang
ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. Itulah ciri khas Carl Rogers
sebagai seorang Eksistensi alis Humanis, is tidak mementingkan
formalitas, rancangan tertulis, data, dansebagainya. Bagi Rogers yang
penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas
dalam interaksi ini individu akan berubah. Metodependidikan yang
diutamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter group dan
Training Group (T Group).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas pada Makalah Model – Model Pengembangan Kurikulum , maka
ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, antara lain:
Model
model pengembangan kurikulum merupakan model yang digunakan untuk
mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan
untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk
dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau
sekolah.
Dimana Model Pengembangan Kurikulum menurut Robert S. Zails ada 6 macam yaitu:
- The Administrative Model
- The grass roots model
- Beauchamp’s system
- The Demonstration Model
- Taba’s Inverted Model
- Roger’s Interpersonal Relation Model
B. Kritik Dan Saran
Dengan
selesainya makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
informasi yang dapat menambah wawasan kita. Meskipun demikian penulis
masih membutuhkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sukmadinata, Nana Sy. 2010. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Arifin, Zainal.2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: PT Raja Grafindo Widya.
http://Modelpengembangankurikulum.com