Minggu, 18 Mei 2014

Model Pengembangan Kurikulum


Print Friendly and PDF

Makalah Telaah Materi Kurikulum
Oleh :
Desi Dwi Martati Ritonga
Fitriani
Nurhasanah
Siti Lumayan
Tika Maryanti
Zarra Zettira

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Jika ingin membangun suatu bangsa, maka bangunlah yang pertama sistem pendidikannya, dan jika ingin membangun pendidikan, maka bangunlah yang pertama sistem kurikulum, karena kurikulum merupakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan pada hakekatnya kurikulum merupakan ilmu tentang proses mencerdaskan anak bangsa agar ia bermakna bagi kehidupannya. Sebab kurikulum merupakan jantung dunia pendidikan, dan kurikulum itu mutlak harus ada.

Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Sementara itu, dunia yang semakin cepat mengglobal sekaligus menyempit menyeret kurikulum pendidikan harus bersifat dinamis agar tidak ketinggalan. Dinamis mengikuti dinamika perubahan lingkungan yang ada serta dinamis mengantisipasi segala kemungkinan perubahan masa depan. Berdasarkan alasan tersebut, kurikulum apa pun perlu senantiasa adaptif dan dikelola dengan baik, dalam semua jenjang dan jenis pendidikan.

Kemudian dalam perubahan pengembangan kurikulum tersebut, tidak dapat ditinggalkan yaitu model, pendekatan, orientasi, dan strategi dan yang lain-lainnya yang dibutuhkan dalam pengembangan kurikulum. Karena dengan seperti itu kurikulum dapat dirubah dengan baik dan benar. Sehingga tujuan pendidikan itu dapat tercapai dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah, maka implementasinya juga berjalan sesuai dengan langkah-langkah yang ada dalam setiap model, pendekatan, orientasi, dan strategi pengembangan kurikulum tersebut.

Akan tetapi sebelum diimplementasikan model-model tersebut dalam pengembangan kurikulum, terlebih dahulu harus dikaji dan ditelaah sehingga pelaksanaannya dapat terlaksana dengan baik dan benar sesuai dengan tujuan pendidikan khususnya di indonesia ini. Sebab model-model tersebut berbeda-beda, tidak harus semua model harus sama, langkah-langkahnya harus sama maka dari itu hasilnya juga berbeda-beda tergantung pada pengembang kurikulum.

B. Rumusan Masalah

Mengaplikasikan tentang model-model pengembangan kurikulum, dimana model-model tersedut adalah:

1. The Administrative Model
2. The grass roots model
3. Beauchamp’s system
4. The Demonstration Model
5. Taba’s Inverted Model
6. Roger’s Interpersonal Relation Model

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan model-model pengembangan kurikulum agar para calon guru dan para pembaca dapat mengetahui bagaimana perkembangan kurikulum tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

Model model pengembangan kurikulum merupakan model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.

A. The Administrative Model

Merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administrasi atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari administrator pendidikan dan mengunakan prosedur administrasi.

Dengan wewenang administrasinya , administratorpendidikan membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum . anggota anggota komisi atau tim terdiri dari pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan , ahli kurikulum , ahli disiplin ilmu. Tugas tim atau komisi ini adalah merumuskan konsep konsep dasar, landasan landasan , kebijaksanaan , dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum, setelah hal hal yang mendasar ini terumuskan dan mendapatkan pengkajian yang seksama , administrator pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum . para anggota tim atau komisi ini terdiri atas para ahli pendidikan atau kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi , guru guru bidang studi yang senior. Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesunggunya yang lebih operasional, dijabarkan dari konsep konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan tujuan yang lebih operasionaldari tujuan tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajran dan evaluasi, serta menyusun pedoman pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru guru.

Setelah semua tugas dari tim kerja pengembang kurikulum tersebut selesai, hasil nya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompenten. Setelah mendapatkan penyempurnaan , dan dinilai telah cukup baik , administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolah sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas , model pengembangan kurikulum demikian disebut juga model top down atau line staff. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaannya, terutama dari guru guru. Mereka perlu mendapatkan petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan . kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.

Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tauhun tahun permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengaman dan pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanaan nya . setelah berjalan beberapan saat perlu juga dilakukan suatu evaluasi untuk menilai bauik validitas komponen komponennya , prosedur pelaksanaan maupun keberhasilannya . penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah, sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah, maupun sekolah.


B. The grass roots model

Sejarah Grass Roots

Model akar rumput dikembangkan oleh Smith, Stanley & Shores pada tahun 1957. Model akar rumput atau disebut dengan the grass roots model berbeda dengan rekayasa model administrasi. Misalnya model ini diawali oleh guru, pembina disekolah dengan mengabaikan metode pembuatan keputusan kelompok secara demokratis dan dimulai dari bagian-bagian yang lemah kemudian diarahkan untuk memperbaiki kurikulum tertentu yang lebih spesifik atau kelas-kelas tertentu.

Dalam model ini didasarkan pada pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna pengajaran dikelasnya. Jadi bedanya pada bila model Administrasi bersifat sentralisasi pada model akar rumput ini bersifat desentralisasi. Hal ini memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan menghasilkan manusia-manusia yang mandiri dan kreatif.

Orientasi yang demokratis dari rekayasa ini bertanggung jawab membangkitkan 2 asumsi yang sangat penting yaitu :
  • bahwa kurikulum hanya dapat diterapkan secara berhasil apabila guru dilibatkan secara langsung dengan proses pembuatan dan pengembangannya.
  • bukan hanya para profesional, tetapi murid, orang tua, anggota masyarakat lain harus dimasukkan dalam proses pengembangan kurikulum.

Dilihat dari cakupan pengembangannya ada dua pendekatan yang dapat diterapkan. Pertama, pendekatan top down atau pendekatan administrative, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah; dan kedua adalah pendekatan grass root, atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.

Kalau pada pendekatan administratif inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari para pemegang kebijakan kemudian turun ke stafnya atau dari atas ke bawah, maka dalam model grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, makanya pendekatan ini dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).

Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini :
  • menyadari adanya masalah. Pendekatan grass roots biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakan ketidakcocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar siswa sehingga kita merasa terganggu, dan lain sebaginya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak mungkin grass roots dapat berlangsung.
  • mengadakan refleksi. Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literatur yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan latar belakangnya. Dengan pemahaman tersebut, akan memudahkan bagi guru dalam mendesain lingkungan yang dapat mengaktifkan siswa memperoleh pengalaman belajar.

Ada beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa :
  1. Pengalaman siswa harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Setiap tujuan akan menentukan pengalaman pembelajaran.
  2. Setiap penglaman belajar harus memuaskan siswa.
  3. Setiap rancangan pengalaman siswa belajar sebaiknya melibatkan siswa.
  4. Mungkin dalam satu penglaman belajar dapat mencapai tujuan yang berbeda. Terdapat beberapa bentuk pengalaman belajar yang dapat dikembangkan, misalkan pengalaman belajar untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, pengalaman belajar untuk membantu siswa dalam mengumpulkan sejumlah informasi, pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan sikap sosial, dan pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan minat.

Adapun ciri-ciri dari grass roots model yaitu :
  1. Guru memiliki kemampuan yang professional.
  2. Keterlibatan langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan dan penentuan evaluasi.
  3. Muncul konsensus tujuan, prinsip – prinsip maupun rencana – rencana diantara para guru.
  4. Bersifat desentralisasi dan demokratis.

Pengembang Kurikulum Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi yaitu administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah administrator, guru dan orang tua


Pengembang Kurikulum

Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi yaitu administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah administrator, guru dan orang tua.

Kelebihan Model Akar Rumput Dari penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kelebihan dari Model Akar Rumput ini adalah pengikutsertaan semua komponen sekolah dari kepala sekolah, guru, siswa bahkan orang tua siswa. Meskipun dalam hal ini tidak mengetahui apakah itu kurikulum akan tetapi demi tanggung jawab dan kepentingan dari siswa maka hal-pengembangan kurikulum yang dilakukan harus melibatkan orang tua siswa.

Kelemahan Model Akar Rumput Kelemahan model ini adalah menerapkan metode partisipasi yang demokratis dalam proses yang khusus, bersifat teknis yang kompleks. Ini tidak berarti bahawa keputusan masyarakat umumnya tidak perlu diperhatikan atau para guru tidak boleh diberi peran dalam rekayasa kurikulum. Ini hanya untuk menyatakan bahwa peran dasar pemikiran satu suara tidak atau belum tentu menghasilkan sesuatu yang terbaik dalam suatu situasi, otoritas tertentu amat diperlukan. Namun perlu diingat bahwa model ini lebih memberikan konstribusi awal dalam memperkuat landasan pembuatan keputusan kurikulum dan dalam hal itu model ini bertanggung jawab terhadap keinginan-keinginan masyarakat.


C. Beauchamp’s system

Pengertian Kurikulum Menurut Beauchamp

Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani Kuno, namun dalam lingkungan dan hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang. Banyak orangtua bahkan juga para guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.

Pendapat-pendapat yang muncul selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar, bahkan juga menunjukkan adanya perubahan lingkup dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas.

George A.Beauchamp (1968) lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran, sedangkan pelaksanaan rencana itu sudah masuk pengajaran.

Dalam Sukmadinata (2005:5), Beauchamp mengatakan: A curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school.Senada dengan pendapat tersebut, Ansyar dan Nursain (1991:25) merekam pendapat Beauchamp (1981) sebagai berikut: Kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk pendidikan peserta didik selama belajar di sekolah. Selanjutnya Beauchamp (1976) mendefinisikan teori kurikulum sebagai: … a set of related statements that gives meaning to a schools’s curriculum by pointing up the relationships among its elements and by directing its development, its use, and its evaluation. (Sukmadinata, 2005: 6). Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi: konsep kurikulum, penentuan kurikulum, pengembangan kurikulum, desain kurikulum, implementasi dan evaluasi kurikulum.

Selain sebagai bidang studi, menurut Beauchamp, kurikulum juga sebagai rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem persekolahan. Sebagai suatu rencana pengajaran, kurikulum berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai suatu sistem, kurikulum merupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi sekolah atau sistem sekolah. Kurikulum sebagai suatu sistem menyangkut penentuan segala kebijakan tentang kurikulum, susunan personalia dan prosedur pengembangan kurikulum, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya. Fungsi utama sistem kurikulum adalah dalam pengembangan, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya, baik sebagai dokumen tertulis maupun aplikasinya dan menjaga agar kurikulum tetap dinamis.

Langkah –langkah pengembangan kurikulum menurut Beauchamp :

Menurut Beauchamp, ada lima langkah atau pentahapan dalam mengembangkan suatu kurikulum (Beauchamp’s System).
  1. Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut: sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi, negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijakan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum.Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum lianya mencakup satu daerah kabupaten saja sebagai pilot proyek.
  2. Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum.

Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum:
  • para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar
  • para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih
  • para profesional dalam sistem pendidikan
  • profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.

Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pegembangan kurikulum, dibanding dengan tokoh¬tokoh lain seperti, para penulis dan penerbit buku, para pejabat pemerintah, politikus, dan pengusaha serta industriawan. Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wilayah arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak melibatkan guru.Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah keterlibatan guru-gurusemakinbesar.

Mengenai keterlibatan kelompok-kelompok personalia ini, Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan: (1) Haruskah kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum?, (2) Bila ya, apakah peranan mereka?, (3) Apakah mungkin ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk melaksanakan peran tersebut?

3. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.

Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu:
a. membentuk tim pengembang kurikulum
b. mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang digunakan
c. studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru
d. merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru
e. penyusunan dan penulisan kurikulum baru.

4. Implementasi kurikulum.

Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh,baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, di samping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.

5. Evaluasi kurikulum.

Merupakan langkah terakhir yang mencakup empat hal, yaitu:
a. evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru
b. evaluasi desain kurikulum
c. evaluasi hasil belajar siswa
d. evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.

Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum serta prinsip pelaksanaannya.


D. The Demonstration Model

Model demonstration pada dasarnya bersifat grass roots, datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup sesuatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.

Menurut Smith, Stanley, dan shores ada dua variasi model demonstrasi ini.

Pertama, sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum. Proyek ini bertujuan mengadakan penelitian dan pengembangan tentang salah satu atau beberapa segi / komponen kurikulum. Hasil pengembangan ini diharapkan dapat digunakan bagi lingkungan yang lebih luas. Kegiatan penelitian dan pengembangan ini biasanya diprakarsai dan diorganisasi oleh instansi pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan, dan sebagainya.

Bentuk yang kedua, kurang bersifat formal. Beberapa orang guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian dan pengembangan sendiri. Mereka mencoba menggunakan hal-hal lain yang berbeda dengan yang berlaku. Dengan kegiatan ini mereka mengharapkan ditemukan kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk kemudian digunakan didaerah yang lebih luas.

Ada beberapa kebaikan dari pengembangan kurikulum dengan model demonstrasi ini.
  1. Karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam situasi tertentu yang nyata, maka akan dihasilkan suatu kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih praktis.
  2. Perubahan atau penyempurnaan kurikulum dalan skala kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk ditolak oleh administrator, dibandibg dengan perubahan dan penyempurnaan yang menyeluruh
  3. Pengembangan kurikulum dalam skala kecil dengan model demontrasi dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumentasinya bagus tapi pelaksanaannya tidak ada.
  4. Model ini sifatnya yang grass roots menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan nara sumber yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru.
Sedangkan kelemahan dari model demostration ini adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan menerimanya dengan enggan-enggan, dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi apatisme.

E. Taba’s Inverted Model

Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Taba berbeda dengan cara lazim yang bersifat deduktif karena caranya yang bersifat induktif. Itulah sebabnya model ini disebut “model terbalik”. Ada lima langkah pengembangan kurikulum model taba ini, yaitu :

1. Mengadakan unit-unit eksperimen kerjasama guru-guru.

Didalam unit eksperimen ini diadakan studi yang seksama tentang hubungan antara teori dan praktek.
Ada delapan langkah kegiatan dalam unit eksperimen ini .

a. mendiagnosis kebutuhan

Pada langkah ini, pengembangan kurikulum dimulai dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan siswa melalui diagnosis tentang berbagai kekurangan (deficiencies), dan perbedaan latar belakang siswa. Tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta kebutuhan-kebutuhan siswa dalam suatu proses pengajaran. Lingkup diagnosis tergantung pada latar belakang program yang akan direvisi, termasuk didalamnya tujuan konteks dimana program tersebut difungsikan.

b. Merumuskan tujuan khusus.

Setelah kebuttuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya para pengembang kurikulum merumuskan tujuan. Rumusan tujuan akan meliputi: Konsep atau gagasan yang akan dipelajari Sikap kepekaan dan perasaan yang akan dikembangkan, Cara befikir untuk memperkuat, Kebiasaan dan keterampilan yang akan dikuasai.

c. Memilih isi

Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan meerupakan langkah berikutnya. Pemilihan isi bukan saja didasarkan pada tujuan yang harus dicapai sesuai dengan langkah kedua, akan tetapi juga harus mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaannya untuk siswa.

d. Mengorganisasi isi

Melalui penyeleksian, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan itu disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya kurikulum itu diberikan.

e. Memilih pengalaman belajar.

Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman belajar yag harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.

f. Mengorganisasi pengalaman belajar.

Guru selanjutnya menentukan bagaimana mengemas pengalaman-pengalaman belajar yang telah ditentukan itu kedalam paket-paket kegiatan itu, siswa diajak serta, agar mereka memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar.

g. Menentukan alat evaluasi dan prosedur yang harus dilakukan siswa.

Pada penentuan alat evaluasi guru dapat menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk menilai prestasi siswa, apakah siswa sudah mencapai tujuan atau belum.

h. Menguji keseimbangan isi kurikulum.

Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi, pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa.


2. Menguji unit eksperimen

Unit yang sudah sudah dihasilkan pada langkah yang pertama harus diujicobakan pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan kepraktisan sehingga dapat menghimpun data sebagai penyempurnaan.

3. Mengadakan revisi dan konsulidasi

Dari langkahh pengujian di peroleh beberapa data,data tersebut di gunakan untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan. selain perbaikan dan penyempurnaan di adakan juga kegiatan konsulidasi,yaitu penarikan kesimpulan tentang hal-hal yang lebi bersifat umum dan luas.Hal itu di lakukan,sebab meskipun suatu unit ekseterimen telah cukup valid dan praktis pada sekolah belum tentu demikian juga pada sekolah yang lainnya.untuk menguji keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu adanya kegiatan konsulidasi.

4. Menyusun kerangka kerja teoritis.

Perkembangan yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan yang berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan apa isi unit-unit yang disusun secara berurutan itu telah berimbang ke dalamnya dan keluasannya, dan apakah pengalaman belajar telah memungkinkan belajarnya kemampuan intelektual dan emosional.

5. Impelementasi dan di seminasi

yang dikembangkan secara menyeluruh dan mendiseminasikan (menerapkan kurikulum pada daerah atau sekolah yang lebih luas),atau Pada tahap ini harus diperhatikan berbagai masalah seperti kesiapan tenaga pengajar untuk melaksanakan kurikulum di kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan dan biaya yang tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar tercapai hasil optimal.

Jadi kurikulum ini sangat cocok digunakan di Indonesa karena dalam pemgembangan Model Terbalik Hilda Taba realitas dengan pelaksanaannya, yaitu melalui pengujian terlebih dahulu oleh staf pengajar yang profesional. Dengan demikian, model ini benar-benar memadukan antara teori dan praktek.

Menurut Wheeler berpendapat bahwa pengembangan kurikulum teridri dari 5 tahap yaitu:
  1. Mementukan tujuan umum dan tujuan khusus.
  2. Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam dalam langkah pertama. Yang dimaksud dengan pengalaman belajar disini adalah segala aktivitas siswa dalam berinteraksi denagn lingkungan. Menentukan pengalaman belajar merupakan hal yang penting untuk materi - materi yang sesuai dalam proses pembelajaran.
  3. Menentukan isi dan materi pelajaran sesuai dengan pengalaman belajar
  4. Mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi pelajaran.
  5. Melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan.
Berdasarkan dari langkah- langkah pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Wheeler terlihat bahwa pengembangn kurikulum itu berbentuk sebuah siklus (lingkaran) yang mana pada setiap tahap dalam siklus tersebut membentuk suatu sistem yang terdiri dari komponen- komponen pengembangan yang saling berhubungan satu sama lain.


F. Roger’s Interpersonal Relation Model

Meskipun Rogers bukan seorang ahli pendidikan (ia ahli psikologi atau psikoterapi) tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kuriulum. Memang ia banyak mengemukakan konsepnya tentang perkembangan dan perubahanindividu. Menurut When Crosby (1970: 388) perubahan kurikulum adalah perubahan individu.

Menurut Rogers manusiaberadadalam proses perubahan (becoming, developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri , tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Pendidikan juga tidaklain merupakan upaya untuk membantu memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.

Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers. Pertama, pemilihan target dari sistem pendidikan. Di dalampenentuan target inisatu-satunyakriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan untuk turutserta dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama satuminggu parapejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana yang relaks, tidak formal. Melalui kegiatan kelompok ini mereka akan mengalami perubahan-perubahan sebagaiberikut.
  1. He is less protective of his own beliefs and can listen more accurately.
  2. He finds it easier and less threatening to accept innovative ideas.
  3. He has less need to protect bureaucratic rules.
  4. He communicates more clearly and realistically to superiors, peers, and sub-ordinates because he is more open and less self-protective.
  5. He is more person oriented and democratic.
  6. He openly confronts personal emotional frictions between him self and colleagues.
  7. He is more able to accept both positive and negative feeback and use it constructively (Rogers, 1967:722)

Langkah kedua dalam pengembangan kurikulum model Rogers adalah partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Samaseperti yang dilakukan para pejabat pendidikan, guru juga turut serta dalam kegiatan kelompok. Keikutsertaan guru dalam kelompok tersebut sebaiknya bersifat sukarela, lama kegiatan kalau bisa satuminggu lebih baik, tetapi dapat juga kurang dari satuminggu.

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
  • Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
  • Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
  • Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
  • Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
  • Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspydan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpanbalik positif.

Ciri-ciri guru yang fasilitatifadalah :
  • Merespon perasaan siswa.
  • Menggunakan ide-ide siswauntukmelaksanakaninteraksi yang sudahdirancang.
  • Berdialogdanberdiskusidengan siswa.
  • Menghargaisiswa.
  • Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
  • Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa).
  • Tersenyum pada siswa.

Langkah ketiga, pengembanganpengalamankelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru atau administrator ataufasilitatordariluar.Dan kegiatan ini para siswa akan mendapatkan:
  1. He feels freer to express both positive and negative feelings in class.
  2. He works through these feelings toward a realistic solutin.
  3. He has more energy for learning because he has less fear of constant evaluation and punishment.
  4. He discovers that he is responsible for his own learning.
  5. He awe anal tear of authority diminish as he finds teachers and administratorsto be fallible human beings.
  6. He finds that the learning process enables him to deal with his lily (Rogers, 1967:725).

Langkah keempat, partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Kegiatan ini dapat dikoordinasi oleh masing-masing sekolah. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru. Rogers juga menyarankan, kalau mungkin ada pengalaman kegiatan kelompok yang bersifat campuran. Kegiatan merupakan kulminasi dari semua kegiatan kelompok di atas.

Model pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model-model lainnya. Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. Itulah ciri khas Carl Rogers sebagai seorang Eksistensi alis Humanis, is tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis, data, dansebagainya. Bagi Rogers yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah. Metodependidikan yang diutamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter group dan Training Group (T Group).


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas pada Makalah Model – Model Pengembangan Kurikulum , maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, antara lain:

Model model pengembangan kurikulum merupakan model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.

Dimana Model Pengembangan Kurikulum menurut Robert S. Zails ada 6 macam yaitu:
  1. The Administrative Model
  2. The grass roots model
  3. Beauchamp’s system
  4. The Demonstration Model
  5. Taba’s Inverted Model
  6. Roger’s Interpersonal Relation Model


B. Kritik Dan Saran

Dengan selesainya makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi yang dapat menambah wawasan kita. Meskipun demikian penulis masih membutuhkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Sukmadinata, Nana Sy. 2010. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Arifin, Zainal.2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: PT Raja Grafindo Widya.

http://Modelpengembangankurikulum.com




Artikel Terkait:

Comments
0 Comments

0 comments:

Posting Komentar

 

JADWAL SHALAT

PENGUNJUNG

CONTACT US


 
Cara Seo Blogger