Senin, 13 Januari 2014

Teori Belajar dan Kaitannya dengan kurikulum


Print Friendly and PDF

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kurikulum

Istilah kurikulum (curricullum) berasal dari kata curir (pelari) dan curere ( tempat berpacu), dan pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga. Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seseorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali/penghargaan. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah.

Berdasarkan pengertian di atas, dalam kurikulum terkandung 2 hal pokok yaitu : (1) adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan (2) tujuan utamanya untuk memperoleh ijazah. Dengan demikian, implikasinya terhadap praktik pengajaran, yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.

Menurut Harold B. Alberty (1965), all of activities the are provided for the student by the school (kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggungjawab sekolah. Sehingga kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas, tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan di luar kelas.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Saylor, Alexender, dan Lewis (1974) yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah.

Said Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, di mana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut, yaitu : (1) kurikulum sebagai suatu ide atau gagasan, (2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenarnya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide, (3) kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum. Secara teoritis, dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.

a.       Pengertian Kurikulum Dihubungkan dengan Dimensi Ide

Pengertian kurikulum sebagai dimensi yang berkaitan dengan ide pada dasarnya mengandung bahwa kurikulum itu adalah sekumpulan ide yang akan dijadikan pedoman dalam pengembangannya kurikulum selanjutnya.

b.      Pengertian Kurikulum Dikaitkan dengan Dimensi Rencana

Makna dari dimensi kurikulum ini adalah sebagai seperangkat rencana dan cara mengadministrasikan tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan untuk pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan tertentu.

c.       Pengertian Kurikulum Dikaitkan dengan Dimensi Aktivitas

Pengertian kurikulum sebagai dimensi aktivitas memandangkan kurikulum merupakan segala aktivitas dari guru dan guru dan siswa dalam proses pembelajaran disekolah.

d.      Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi hasil

Definisi kurikulum sebagai dimensi hasil memandang kurikulum itu sangat memerhatikan hasil yang dicapai oleh siswa agar sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan menjadi tujuan dari kurikulum tersebut.

2.2 Landasan Kurikulum

Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. Pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional dan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan ketentuan dan konsep-konsep tersebut, pengembangan kurikulum agar berlandasakan faktor-faktor sebagai berikut :

  1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
  2. Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita.
  3. Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karakteristik perkembangan peserta didik.
  4. Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hidup (bioekologi) serta lingkungan alam (geoekologis).
  5. Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan dibidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam dan sebagainya
  6. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.

Keenam faktor tersebut saling k
ait-mengait antara satu dengan yang lainnya.

a.       Filsafat dan Tujuan Pendidikan

Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran serta peranngkat pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal pokok, yakni : 1) cita-cita masyarakat dan 2) kebutuhan peserta didik yang hidup dimasyarakat.

b.      Keadaan Lingkungan

Dalam arti yanag luas, lingkungan merupakan suatu sistem yang disebut ekosistem, yang meliputi keseluruhan faktor lingkungan yang tertuju pada peningkatan mutu kehidupan diatas bumi ini. Faktor-faktor dalam ekosistem itu, meliputi :

1)      Lingkungan manusiawi/interpersonal
2)      Lingkungan sosial budaya/kultural
3)      Lingkungan biologis, yang meliputi flora dan fauna
4)      Lingkungan geografis, seperti bumi,air dan sebagainya.

Masing-masing faktor lingkungan memiliki sumber daya yang dapat digunakan sebagai modal atau kekuatan yang mempengaruhi pembangunan.

c.       Kebutuhan Pembangunan

Tujuan pokok pembangunan adalah untuk menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil dan merata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya suatu masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera.

d.      Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksudkan untuk memacu pembangunan menuju terwujudnya masyarakat yang mandiri, maju dan sejahtera.
2.3 Prinsip Pengembangan Kurikulum

1.      Pengertian prinsip pengembangan kurikulum

Secara gramatikal, prinsip berarti asas, dasar, keyakinan, dan pendirian. Dari pengertian ini tersirat makna bahwa kata prinsip menunjuk pada suatu hal yang sangat penting, mendasar, harus diperhatikan, memiliki sifat mengatur dan mengarahkan, serta sesuatu yang biasanya selalu ada atau terjadi pada situasi dan kondisi yang serupa. Melalui pemahaman suatu prinsip, orang bisa menjadikan sesuatu itu lebih efektif dan efesien. Prinsip juga mencerminkan hakikat yang dikandung oleh seuatu, baik dalam dimensi proses maupun dimensi hasil, dan bersifat memberikan rambu-rambu atau aturan main yang harus diikuti untuk mencapai tujuan secara benar.

Pengertian dan fungsi prinsip di atas bisa dijadikan dasar untuk menjelaskan arti dan fungsi prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum menunjukan pada suatu pengertian tentang berbagai hal yanh harus dijadikan patokan dalam mmenentukan berbagai hal yang terkait dengan pengembangan kurikulum, terutama dalam fase perencanaan kurikulum (curriculum planing). Prinsip-prinsip tersebut menggambarkan ciri dari hakikat kurikulum itu sendiri.

Esensi dari pengembangan kurikulum adalah proses identifikasi, analisis, sintesis, evaluasi, pengambilan keputusan, dan kreasi elemen-elemen kurikulum. Jika proses pengembangan kurikulum ingin berjalan secara efektif dan efesien, maka para pengembang kurikulum harus memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum, baik yang bersifat umum maupun khusus. Produk dari aktifiitas pengembangan kurikulum tersebut diharapkan akan sesuai dengan harapan  masyarakat yang bersifat dinamis dan zaman yang akan selalu berubah. Adanya berbagai prinsip pengembangan kurikulum merupakan suatu ciri bahwa kurikulum merupakan suatu ciri bahwa kurikulum merupakan suatu ciri bahwa kurikulum merupakan suatu area atau suatu lapangan studi tersendiri.

2.      Macam-macam sumber prinsip pengembangan kurikulum

Sumber prinsip menunjukan dari mana asal muasal lahirnya suatu prinsip. Dari berbagai literatur tentang kurikulum dapat dikemukakan setidaknya ada empat sumber prinsip pengembangan kurikulum, yaitu: data empiris (empirical data), data eksperimen (experiment data), cerita/legenda yang hidup dimasyarakat (folklore of curricullum), dan akal sehat (common sense) data empiris merujuk pada pengalaman yang terdokumentasi dan terbukti efektif, data eksperimen menunjuk pada temuan-temuan hasil penelitian. Data hasil temuan penelitan merupakan data yang dipandang valid dan realiabel, sehingga tingkat kebenarannya lebih meyakinkan untuk dijadikan prinsip dalam pengembangan kurikulum.

Dengan demikian, pada prinsipnya kesemua jenis data diatas dapat digunakan atau dimanfaatkan bagi kegiatan pengembangan kurikulum sebagai sumber prinsip yang akan dijadikan pegangan.

3.      Tipe-tipe prinsip pengembangan kurikulum

Pada dasarnya, tipe-tipe prinsip pengembangan kurikulum merupakan tingkat ketepatan dan ketetapan prinsip yang digunakan. Hal ini ada kaitannya dengan sumber-sumber dari prinsip pengembangan kurikulum itu sendiri. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum bisa diklasifikasi menjadi tiga prinsip, yaitu:
  • anggapan kebenaran utuh atau menyeluruh (whole truth), adalah fakta, konsep dan prinsip yang diperoleh serta telah diuji dalam penelitian yang ketat dan berulang, sehingga bisa dibuat generalisasi dan bisa diberlakukan ditempat yang berbeda.
  • anggapan kebenaran parsial (partial truth) yaitu suatu fakta, konsep dan pinsip yang sudah terbukti efektif dalam banyak kasus, tetapi sifatnya masih belum bisadigeneralisasikan.
  • anggapan kebenaran yang masih memerlukan pembuktian yaitu prinsip kerja yang sifatnya tentatif.

Pada dasarnya kesemua jenis tipe prinsip itu bisa digunakan. Tipe prinsip mana yang mendapat penekanan dalam penggunaannya, sangat bergantung pada perspektif para pengembang kurikulum tentang kurikulum itu sendiri. Dalam praktik pengembangan kurikulum, biasanya kesemua tipe prinsip itu digunakan.

4.      Macam-Macam Prinsip Pengembangan Kurikulum

Terdapat banyak prinsip yang mungkin digunakan dalam pengembangan kurikulum. Macam-macam prinsip ini bisa dibedakan dalam dua kategori, yaitu prinsip umum dan dan prinsip khusus. Prinsip umum biasanya digunakan hampir dalam setiap pengembangan kurikulum dimana pun. Disamping itu, prinsip umum ini merajuk pada prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum sebagai totalitas dari gabungan komponen-komponen yang membangunnya.

a.       Prinsip umum

Sukmadinata menjelaskan bahwa terdapat lima prinsip umum pengembangan kurikulum, yaitu : prinsip relevansi, fleksibilitas, kontiniuitas, praktis atau efesiensi, dan efektifitas.

1.)    Prinsip relevansi

Prinsip relavansi artinya prinsip kesesuaian. Prinsip ini ada dua jenis, yaitu relevansi eksternal dan relevansi internal. Relevansi eksternal artinya kurikulum harus sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, baik masa kini maupun masa yang akan datang. Intinya kurikulum harus menyiapkan program belajar bagi anak untuk menyiapkan anak agar bisa beradaptasi dengan masyarakat. Kurikulum bisa memenuhi prinsip relevansi eksternal, apabila para pengembang kurikulum memiliki pengetahuan dan wawasan tentang kehidupan masyarakat pada masa kini dan masa datang.

Sedangkan relevansi internal, yaitu kesesuaian antar komponen kurikulum itu sendiri. Kurikulum merupakan suatu sistem yang dibangun oleh ubsistem atau komponen, yaitu tujuan, isi, metode, dan evaluasi untuk mencapai tujuan tertentu, belajar dan kemampuan siswa.

2.)    Prinsip fleksibilitas

Prinsip fleksibilitas berarti suatu kurikulum harus lentur (tidak kaku), terutama dalam hal pelaksanaannya. Pada dasarnya, kurikulum di desain untuk mencapai suatu tujuan tertentu sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Meskipun demikian, dalam proses pengembangan kurikulumnya harus fleksibel. Pengembangan kurikulum harus menggunakan berbagai metode atau cara-cara tertentu yang sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu, tempat dimana kurikulum itu diterapkan.

3.)    Prinsip kontinuitas

Prinsip kontinuitas artinya kurikulum dikembangkan secara berkesinambungan, yang meliputi sinambung antar kelas maupun sinambung antar jenjang pendidikan. hal ini dimaksudkan agar proses pendidikan atau belajar siswa bisa maju secara berkesinambungan.

4.)    Prinsip praktis atau efesiensi

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan prinsip praktis, yaitu dapat dan mudah diterapkan dilapangan. Kurikulum harus bisa diterapkan dalam praktik pendidikan, sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu. Salah satu kriteria praktis itu adalah efesien, artinya tidak mahal alias murah. Hal ini mengingat sumber daya pendidikan, personel-dana-fasilitas keberadaannya terbatas.

5.)    Prinsip efektifitas

Prinsip ini menunjukkan pada suatu pengertian bahwa kurikulum selalu berorientasi pada tujuan tertentu yang ingin dicapai. Kurikulum merupakan instrumen untuk mencapai tujuan ujuan.

b.      Prinsip khusus

Prinsip khusus berkenaan dengan prinsip yang hanya berlaku ditempat tertentu dan situasi tertentu. Prinsip ini juga merujuk pada prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan komponen-komponen kurikulum secara khusus. Adapun prinsip pengembangan kurikulum khusus yng dimaksud adalah:

1.)    Prinsip yang berkenaan dengan tujuan pendidikan.

Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum atau jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek (khusus).

2.)    Prinsip yang berkenaan dengan isi pendidikan

Beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan untuk menentukan isi pendidikan/kurikulum yaitu:
  1. Perlu penjabaran tujuan pendidikan, kurikulum dan pembelajaran kedalam perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana.
  2. Isi bahan pelajaran harus meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan.
  3.  nit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis.

3.)    Prinsip berkenaan dengan proses pembelajaran

Untuk menentukan pendekatan, strategi dan teknik apa yang akan digunakan dalam proses pembelajaran, hendaknya pengembang kurikulum memerhatikan hal-hal berikut:
  1. Apakah strategi/metode/tekhnik yang akan digunakan dalam proses pembelajaran cocok untuk mengajarkan bahan pelajaran?
  2. ]Apakah strategi/metode/teknik tersebut menunjukan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa.

4.)    Prinsip berkenaan dengan media dan alat bantu pembelajaran

Disini ada beberapa prinsip yang bisa dijadikan pegangan untuk memilih dan menggunakan media dan alat bantu pembelajaran.

  1. Media atau alat bantu apa yang diperlukan dalam proses pembelajaran? Apakah semuanya tersedia? Bila alat tersebut tidak ada, apakah ada penggantinya?
  2. Bagaimana pengorganisasian media dan alat bantu pembelajaran, apakah dalam bentuk modul, paket belajar tau tidak ada bentuk lain.

5.)    Prinsip yang berkenaan dengan evaluasi.

Evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembelajaran. Untuk itu pengembang kurikulum harus memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi, yaitu objektifitas, komprehensif, kooperatif, mendidik, akuntabilitas, dan praktis.

2.4 Pendekatan Pengembangan Kurikulum

Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.

Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis; dan pendekatan rekontruksi sosial.

Ditinjau dari tipologi-tipologi filsafat pendidikan Islam sebagaimana uraian sebelumnya, maka tipologi perennial-esensialis salafi dan perennial-esensialis mazhabi lebih cenderung kepada pendekatan subjek akademis dan dalam beberapa hal juga pendekatan teknologis.

Pada dasarnya strategi dan pendekatan adalah berbeda. Hal ini berarti strategi lebih sempit dari pada pendekatan. Pendekatan kurikulum ialah cara kerja dengan cara menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikut langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik. Ada berbagai macam pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan kurikulum, yaitu :

1.      Pendekatan berorientasi pada bahan pelajaran

Mula-mula pelaksanan dalam perencanaan dan pengembanagan kurikulum itu berdasarkan materi. Initi dari proses belajar megajara ialah ditentukan oleh pemilihan materi. Pendekatan ini diterapkan di Indonesia dalm kurikulum sebelum kurikulum 1975. Kelebihan pendekatan ini ialah bahan pengajaran lebih flexible dan bebas dalam menyusunnya, sebab tidak ada ketentuan yang pasti dalam menentukan bahan pengajaran yang sesuai dengan tujuan. Kelemahannya ialah tujuan pengajaran kurang jelas, maka sukar ditentukan pedoman dalam menentukan metode yang sesuai untuk pengajaran.

2.      Pendekatan berorientasi pada tujuan

Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar megajar . Penyusunana dengan pendekatan berdasarkan tujuan bahwa tujuan pendidikan dicantumkan terlebih dahulu. Dari tujuan-tujuan ini menjadi tujuan yang terperinci, yang akhirnya ke tujuan yang bersifat operasional.

3.      Pendekatan dengan pola organisasi bahan

Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan: subject matter curicululm, correlated curriculum, dan integrated curriculum.

ü  Pendekatan pola subject matter curriculum. Pendekatan ini penekanannya pada mata pelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: sejarah, ilmu bumI, biologi dan lainnya. Mata pelajaran ini tidak berhubungan satu dengan yang lainnya.

ü  Pendekatan pola correlated curriculum Pendekatan dengan pola mengkelompokkan beberapa mata pelajaran yang seiring, yang bisa secara dekat berhubungan. Misalnya: IPA, IPS, dan sebagainya.

ü  Pendekatan pola integrated curriculum. Pendekatan ini didasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu. Keseluruhan ini tidak hanya merupakan kesimpulan dari bagian-bagiannya, tetapi mempunyai arti tertentu. Dalam hal ini, tidak hanya melalui pelajaran yang terpisah-pisah, namun harus dijalin suatu keutuhan yang meniadakan batas tertentu dan masing-masing bahan pelajaran.

ü  Pendekatan rekonstruksionalisme. Pendekatan ini memfokuskan kurikulum pada masalah penting yang dihadapi masyarakat, seperti polusi, ledakan, penduduk, malapetaka akibat tujuan teknologi. Dalam gerakan ini terdapat dua kelompok yang sangat berbeda pandangan terhadap kurkulum, yaitu :

a.       Rekonstruksionalisme konservatif

Pendekatan ini mneganjurkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.

b.      Rekonstruksionalisme radikal

Pendekatan ini menganjurkan agar pendidik formal maupun nonformal mengabdikan diri demi tercapainya tatanan social baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.


4.      Pendekatan humanistic

Kurikulum ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bahan integral dari proses belajar. Para pendidk humanistic yakin, bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberi hasil maksimal.


5.      Pendekatan akuntabilitas

Accountability lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal penting dalam dunia pendidikan. Suatu sistem yang akuntabel menentukan standar dan tujuan spesifik yang jelas serta mengatur efektifitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa untuk mencapai standar itu.


2.5 Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

1. Latar belakang KBK

Terdapat  beberapa isu yang mendasari penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), diantaranya adalah:

1.      Masalah rendahnya mutu pendidikan di Indonesia:

a.  Pendidikan diselenggarakan untuk kepentingan penyelenggara bukan untuk peserta didik. Pembelajaran diselenggarakan bersifat pemindahaan isi (content transmission). Tugas pengajar hanya sebagai penyampai pokok bahasa. Mutu pengajaran tidak jelas karena diukur hanya daya serap sesaat yang diungkap lewat proses penilaian hasil belajar yang artifisial. Pengajaran tidak diarahkan kepada partisipatori total dari peserta didik yang pada akhirnya dapat melekat sepenuhnya dalam diri peserta didik.

b.      Aspek afektif cenderung terabaikan.

c.    Diskriminasi penguasaan wawasan terjadi akibat anggapan bahwa yang di pusat mengetahui segalanya dibandingkan dengan yang dicabang, yang dicabang merasa lebih tahu dibandingkan dengan yang di ranting, begitu seterusnya. Jadi, diskriminasi sistematis terjadi akibat pola pembelajaraan yang subyek-obyek.

d.   Pengajar selalu mereduksi teks yang ada dengan harapan tidak salah melangkah. Teks atau buku acuan dianggap segalanya jika telah menyampaikan isi buku acuan maka dianggap sudah berhasil.


2.      Masalah Keanekaragaman Kondisi Peserta Didik: Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa

a.  Setiap peserta didik adalah unik. Peserta didik mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu, proses penyeragaman dan penyamarataan akan membunuh keunikan tersebut.

b. Usia anak merupakan usia yang paling kreatif dalam hidup manusia, namun dunia pendidikan sering tidak memberi kesempatan bagi kreatifitas.

3.     Tantangan Globalisasi. Pada konteks dunia globalisasi, kemajuan informasi, komunikasi dan teknologi menyebabkan terjadinya fenomena perkembangan ekonomi berbasis pengetahuan. Pasar bebas, kemampuan bersaing, penguasaan pengetahuan dan teknologi, menjadi makin penting untuk kemajuan suatu bangsa.

4.      Tantangan Sumber Daya Alam. Sumber daya alam yang semakin terbatas tidak dapat menjadi tumpuan modal, karena sumber kesejahteraan suatu bangsa telah bergeser dari modal fisik ke modal intelektual, pengetahuan, sosial, dan kredibilitas.

5.      Otonomi Daerah. UU No. 22 tahun 1999 dan pp No. 25 tahun 2000 berimplikasi terhadap kebijaksanaan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik ke desentralistik. Perubahan pengelolaan tersebut merupakan upaya pemberdayaan daerah dan sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan, terarah dan menyeluruh. Wujud dari pelaksanaan desentralisasi pendidikan dalam bidang kurikulum yaitu pembuatan silabus yang dibuat oleh daerah dan sekolah.


2. Pengertian KBK

Untuk memahami tentang pengertian kurikulum berbasis kompetensi (KBK) ini, perlu dikemukakan terlebih dahulu pengertian dari kompetensi itu sendiri, Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan “Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.” Kay (1977) mengemukakan bahwa kompetensi selalu dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran “mengapa” dan “bagaimana” perbuatan tersebut dilakukan. Dengan demikian kompetensi merupakan indikator yang menunjuk kepada perbuatan yang dapat diamati, dan sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap, serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh. Kompetensi tersebut terbentuk secara transaksional, bergantung pada kondisi-kondisi dan pihak-pihak yang terlibat secara aktual.

Pendapat lain menyatakan kurikulum diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirirnya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasnsi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.

Pusat kurikulum, Balitbang Depdiknas (2002) mendefinisikan bahwa kurikulum berbasis kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum ini berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat diwujudkan sesuai dengan kebutuhannya.

Dalam KBK, proses pembelajaran difokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi oleh peserta didik. Oleh sebab itu,  kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membantu peserta didik sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

3. Karakteristik KBK

           Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memiliki sejumlah kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik, penilaian dilakukan berdasarkan standar khusus oleh peserta didik, sebagai hasil demonstrasi kompetensi yang ditunjukkan oleh peserta didik, pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan individual personal untuk menguasai kompetensi yang dipersyaratkan.

           Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut :

  1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
  2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagamaan.
  3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
  4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lain yang memenuhi unsur edukatif.
  5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

           Selanjutnya Mulyasa menjelaskan bahwa sedikitnya dapat diidentifikasi enam karakteristik kurikulum berbasis kompetensi, yaitu:

1.   Sistem belajar dengan modul.

Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, oprasional, dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru. Modul ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran disekolah, baik waktu, dana, fasilitas, maupun tenaga guna mencapai tujuan secara optimal. Modul pada umumnya terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut:

a.       Lembar kegiatan peserta didik
b.      Lembar kerja
c.       Kunci lembar kerja
d.      Lembar soal
e.       Lembar jawaban
f.       Kunci jawaban

Pembelajaran dengan sistim modul ini mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya:
  1.  Berfokus pada kemampuan individual peserta didik
  2. Adanya kontreol terhadap hasil belajar melalui peggunaan standar kompetensi dalam setiap modul; yang harus dicapai oleh setiap peserta didik.
  3. Relevansi kurikulum ditunjukkan dengan adanya tujuan dan cara pencapaiannya, sehingga peserta didik dapat mengetahui keterkaitan antara pembelajaran dan hasil yang akan diperolehnya.

2.      Menggunakan keseluruhan sumber belajar

Dalam KBK seorang guru tidak lagi menjadi aktor utama dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran dapat dilakukan dengan mendayagunakan aneka ragam sumber belajar.

Sumber belajar dapat mencakup manusia, bahan atau pesan pembelajaran, lingkungan, alat dan peralatan, serta aktivitas.


3.      Pengalaman lapangan

Pengalaman lapangan untuk lebih mengakrabkan hubungan antara guru dan peserta didik lebih ditekankan dalam KBK ini. Keterlibatan guru dalam pembelajaran disekolah memudahkan mereka untuk mengikuti perkembangan yang terjadi selama peserta didik mengikuti pembelajaran.

4.      Strategi belajar individual personal

Belajar individual adalah belajar berdasarkan tempo belajar peserta didik, sedangkan belajar personal adalah interaksi edukatif berdasarkan keunikan peserta didik; bakat, minat, dan kemampuan (personalisasi).

5.      Kemudahan belajar

Kombinasi antara pembelajaran individual personal dengan pengalaman lapangan, dan pembelajaran secara tim akan memberikan kemudahan belajar dalam kurikulum berbasis kompetensi.

6.      Belajar tuntas

Belajar tuntas merupakan strategi pembelajaran yang dapat dilaksanakan di dalam kelas, dengan asumsi bahwa dimana kondisi yang tepat semua peserta akan mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil belajar secara maksimal tergadap seluruh bahan yang dipelajari. Pembelajaran dalam hal ini harus dilaksanakan secara sistematis dan terorganisir  agar semua peserta didik dapat memperoleh hasil secara maksimal.


4. Kelebihan dan Kelemahan Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dikembangkan dengan tujuan memperbaiki kelemahan pada Kurikulum 1994. KBK menitikberatkan pada kompetensi yang harus dicapai siswa. Misalnya, standar kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa, yaitu belajar bahasa pada hakikatnya belajar berkomunikasi dan belajar menghargai manusia serta nilai-nilai kemanusiaannya. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan pada peningkatan kemampuan berkomunikasi dan menghargai nilai-nilai, bukan pada kemampuan menguasai ilmu kebahasaan. Akan tetapi, ilmu bahasa dipelajari untuk mendukung keterampilan berkomunikasi.

Kegiatan belajar pun dikembalikan pada konsep bahwa siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya “mengetahuainya”. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi “mengingat”, tetapi gagal dalam membekali siswa memecahkan persoalan dalam kehidupan nyata untuk jangka panjang.

Berdasarkan kajian teoretik dan pengalaman lapangan, sebenarnya KBK merupakan salah satu kurikulum yang memberikan konstribusi besar terhadap pengembangan potensi peserta didik secara optimal berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivisme asal implementasinya benar.

Beberapa kelebihan KBK adalah:

  1. Mengembangkan kompetensi-kompetensi siswa pada setiap aspek mata pelajaran dan bukan pada penekanan penguasaan konten mata pelajaran itu sendiri.
  2. Mengembangakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented).
  3. Siswa dapat bergerak aktif secara fisik ketika belajar dengan memanfaatkan indra seoptimal mungkin dan membuat seluruh tubuh serta pikiran terlibat dalam proses belajar. Dengan demikian, siswa dapat belajar dengan bergerak dan berbuat, belajar dengan berbicara dan mendengar, belajar dengan mengamati dan menggambarkan, serta belajar dengan memecahkan masalah dan berpikir. Pengalaman-pengalaman itu dapat diperoleh melalui kegiatan mengindra, mengingat, berpikir, merasa, berimajinasi, menyimpulkan, dan menguraikan sesuatu. Kegiatan tersebut dijabarkan melalui kegiatan mendengarkan. berbicara, membaca, dan menulis.
  4. Guru diberi kewenangan untuk menyusun silabus yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di sekolah/daerah masing-masing.
  5. Bentuk pelaporan hasil belajar yang memaparkan setiap aspek dari suatu mata pelajaran memudahkan evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan peserta didik.
  6. Penilaian yang menekankan pada proses memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi kemampuannya secara optimal, dibandingkan dengan penilaian yang terfokus pada konten.

Di samping kelebihan, kurikulum berbasis kompetensi juga terdapat kelemahan. Kelemahan yang ada lebih banyak pada penerapan KBK di setiap jenjang pendidikan, hal ini disebabkan beberapa permalahan antara lain:
  1.  Kualitas guru, hal ini didasarkan pada statistik, 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu 17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Kualitas SDM kita adalah urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index.
  2. Sarana dan pra sarana pendukung pembelajaran yang belum merata di setiap sekolah, sehingga KBK tidak bisa diimplementasikan secara komprehensif.
  3. Kebijakan pemerintah yang setengah hati, karena KBK dilaksanakan dengan uji coba di beberapa sekolah mulai tahun pelajaran 2001/2002 tetapi tidak ada payung hukum tentang pelaksanaan tersebut.

Di samping kelemahan dalam kebijakan dan implementasi KBK juga memiliki kelemahan dari sisi isi kurikulum, antara lain:

  1. Dalam kurikulum dan hasil belajar indikator sudah disusun, padahal indikator sebaiknya disusun oleh guru, karena guru yang paling mengetahui tentang kondisi peserta didik dan lingkungan.
  2. Konsep KBK sering mengalami perubahan termasuk pada urutan standar kompetensi dan kompetensi dasar sehingga menyulitkan guru untuk merancang pembelajaran secara berkelanjutan.

5.  Pelaksanaan KBK

Pelaksanaan atau implementasi KBK adalah sebagai proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.

Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) telah berjalan sejak tahun 2001 pada beberapa sekolah yang dijadikan mini pilot. Impelementasi KBK merupakan salah satu bagian penting untuk mendapatkan masukan dalam rangka penyempurnan KBK baik dari aspek keterbacaan, keluasan, kedalaman, dan keterlaksanaannya di lapangan.

Implementasi yang telah dilakukan tersebut meliputi beberapa prinsip yaitu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM); Penilaian Berbasis kelas; dan Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah.

1.)    Penilaian Berbasis Kelas

Penilaian berbasis kelas merupakan suatu kegiatan pengumpulan informasi tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan oleh guru yang bersangkutan sehingga penilaian tersebut akan “mengukur apa yang hendak diukur” dari siswa.

2.)    Kegiatan Belajar Mengajar

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan proses aktif bagi siswa dan guru urituk mengembangkan potensi siswa sehingga mereka akan “tahu” terhadap pengetahuan dan pada akhirnya “mampu” untuk melakukan sesuatu.

3.)    Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah

Prinsip ini perlu diimplementasi untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengelola serta menilai pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka.

Mulyana (2006) menjelaskan bahwa Pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dalam garis besarnya mencakup kegiatan pokok, yaitu:

1.      Pengembangan program
2.      Pelaksanaan pembelajaran
3.      Evaluasi KBK


6. Evaluasi KBK

Tujuan Evaluasi

“Evalaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik serta berksinambungan” (pasal 58 ayat 1).

 Evaluasi pelaksanaan kurikulum bertujuan untuk mengukur seberapa jauh penerapan kurikulum berstandar Nasional dipakai sebagai pedoman pengembangan dan pelaksanaan kurikulum di daerah/sekolah, sehingga pelaksanaan kurikulum dapat dimengerti, dipahami, diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan dianalisa oleh peserta didik. Evaluasi dilakukan pada setiap tahapan pelaksanaan pengembangan kurikulum sebagai upaya untuk mengkaji ulang pelaksanaan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan.

Evaluasi untuk program pelaksanaan pengembangan kurikulum di daerah memerlukan indikator keberhasilan sebagai tolak ukur pencapaian pelaksanaan kurikulum. Indikator keberhasilan kurikulum mencakup:

1.      Indikator keberhasilan sosialisasi kurikulum
2.      Indikator keberhasilan penyusunan silabus
3.      Indikator keberhasilan penyusunan program tahunan dan semester
4.      Indikator keberhasilan penyusunan rencana pembelajaran
5.      Indikator keberhasilan penyusunan bahan ajar
6.      Indikator keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar


Tahapan Evaluasi

Evaluasi pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi dilakukan oleh Tim ahli dari tingkat Pusat, Propinsi, dan daerah/kabupaten. Evaluasi ini dilakukan pada setiap tahap pelaksanaan untuk memperbaiki program pengembangan kurikulum terhadap keberhasilan sosialisasi kurikulum berstandar nasional, keberhasilan penyusunan silabus. keberhasilan penyusunan program tahunan dan semester, keberhasilan penyusunan rencana pengajaran dan bahan ajar, serta keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar.

Evaluasi menggunakan indicator keberhasilan pelaksanaan pengembangan kurikulum di daerah/sekolah dan selain itu evaluasi juga dapat dilakukan melalui pentahapan, mulai dari tahun pertama hingga tahun terakhir pelaksanaan kurikulum berstandar nasional. Prinsip penilaian pengembangan kurikulum yang disesuaikan dengan daerah masing-masing adalah penilaian terhadap relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, kepraktisan, dan efektivitasnya.

Evaluasi pelaksanaan kurikulum tidak hanya mengevaluasi hasil belajar peserta didik dan proses pembelajarannya, tetapi juga rancangan dan pelaksanaan kurikulum, kemampuan dan kemajuan siswa, sarana dan prasarana, serta sumber belajarnya. Hasil evaluasi pelaksanaan kurikulum dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk menentukan kebijakan pendidikan pada tingkat pusat,daerah dan sekolah untuk memperbaiki kekurangan yang ada dan meningkatkan hasil yang lebih optimal. Hasil tersebut dapat juga digunakan oleh Kepala Sekolah, Guru, dan pelaksanaan pendidikan di daerah dalam memahami dan membantu meningkatkan kemampuan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode, dan perangkat.



2.6 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

1. Pengertian

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan diharapkan memiliki tanggungjawab yang memadai. Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif. Hal tersebut juga sejalan dengan UU No. 20 Tahun 2002 tentang Sisdiknas pasal 35 dan 36 yang menekankan perlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Peraturan Pemerintah memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP pasal 1, Ayat 15), dijelaskan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Bab 1 Pasal 1 Ayat (15),”Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah Kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.”

KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah (Muslich, 2007:17). Kurikulum tersebut telah diberlakukan secara berangsur-angsur mulai tahun pelajaran 2006/2007, pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

2.  Landasan KTSP

KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1) dan 2) sebagai berikut:

  1. Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
  2.  Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversivikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (Muslich, 2008:1)
  3. Dalam penyusunannya, menurut Dr. E. Mulyasa, M.Pd (2011;24) bahwa KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu kepada :
  • UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
  • Peraturan Pemerinta No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
  • Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
  •  Permendiknas No.23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
  • Permendiknas No. 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23.

      Landasan penyusunan KTSP sekurang-kurangnya menunjukkan (1) adanya undang-undang yang jelas sebagai acuan dalam penyusunan KTSP; (2) adanya PP dan Permendiknas yang dijadikan acuan dalam penyusunan KTSP; (3) khusus untuk madrasah, adanya Surat Keputusan/Edaran Dirjen Pendidikan Islam atau Direktur Pendidikan Madrasah yang dijadikan acuan dalam penyusunan KTSP; dan (4) adanya rencana pengembangan sekolah/madrasah yang dijadikan acuan dalam penyusunan KTSP (Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo, 2008:46).


3. Karakteristik KTSP

      KTSP merupakan bentuk operasional pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, yang akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini. Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan mengoptimalkan kerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian. Berdasarkan uraian tersebut, karakteristik KTSP dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.      Pemberian otonomi luas kepada Kepala Sekolah dan Tenaga Kependidikan
2.      Partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi
3.      Kepemimpinan yang demokratis dan profesional
4.      Tim-kerja yang kompak dan transparan

Di samping beberapa karakteristik-karakteristik di atas, terdapat beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan KTSP, terutama berkaitan dengan sistem informasi, serta sistem penghargaan dan hukuman.

1.      Sistem informasi yang jelas dan transparan

Sekolah dan satuan pendidikan yang mengembangkan dan melaksanakan KTSP perlu memiliki informasi yang jelas tentang program yang netral dan transparan, karena dari informasi tersebut seseorang akan mengetahui kondisi dan posisi sekolah.

2.      Sistem penghargaan dan hukuman

Sistem ini untuk meningkatkan motivasi dan produktivitas warga sekolah, khususnya yang berkaitan dengan prestasi belajar peserta didik.

Dalam KTSP hanya dideskripsikan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru sendiri yang harus menentukan indikator dan materi pokok pelajaran, disesuaikan dengan situasi daerah dan minat peserta didik. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan KTSP di sekolah (kepala sekolah dan guru) diberikan otonomi yang lebih besar dalam pengembangan kurikulum dengan tetap memperhatikan karakteristik KTSP, karena masing-masing sekolah dipandang lebih tahu tentang kondisi satuan pendidikannya. Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan KTSP:

ü  KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta social budaya masyarakat setempat dan peserta didik.

ü  Sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi dasar lulusan, di bawah supervisi Disdik kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

ü  KTSP untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.



4. Komponen dan Struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:
  • Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
  • Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui keputusan bersama.
  • Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.

Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.

  1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
  2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
  3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
  4. Kelompok mata pelajaran estetika
  5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
  6. Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP  19/2005 Pasal 7.

Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan.

5. Keunggulan dan Kelemahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Setiap kurikulum memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing tergantung kepada situasi dan kondisi, di mana kurikulum tersebut diberlakukan. Menurut Fasli Jalal (dalam Imam Hanafie, 2008:1-5), kelebihan yang dimiliki KTSP adalah:
  • Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
  • Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program pendidikan.
  • KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
  • KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%.
  • KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.

Sementara beberapa kelemahan dalam KTSP maupun penerapannya, antara lain:
  • Kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
  • Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan.
  • Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsep penyusunan maupun prakteknya di lapangan.
  • Penerapan KTSP merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru.

Dengan demikian, ide dasar KTSP adalah mengembangkan pendidikan demokratis dan non monopolistik dengan cara memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum, karena masing-masing sekolah dipandang lebih tahu tentang kondisi satuan pendidikannya.

6. Langkah-Langkah Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


Implementasi KTSP bermuara pada pelaksanaan pembelajaran, yakni bagaimana agar isi atau pesan-pesan kurikulum (standar kompetensi dan kompetensi dasar) dapat diterima oleh peserta didik secara tepat dan optimal. Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga kegiatan, yaitu pembukaan, pembentukan kompetensi, dan penutup.

  1. Kegiatan pembukaan adalah kegiatan awal yang harus dilakukan guru untuk memulai atau membuka pembelajaran. Membuka pembelajaran merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan kesiapan mental dan menarik perhatian peserta didik secara optimal agar memusatkan diri sepenuhnya untuk belajar.
  2. Kegiatan inti dalam proses pembelajaran merupakan tahapan kegiatan pembelajaran yang paling utama untuk pembentukan kompetensi peserta didik selama berlangsungnya proses belajar mengajar di kelas. Pembentukan kompetensi peserta didik merupakan kegiatan inti pembelajaran, antara lain mencakup penyampaian informasi tentang materi pokok dan membahas materi pokok untuk membentuk kompetensi peserta didik. Pembentukan kompetensi peserta didik perlu dilakukan dengan tenang dan menyenangkan. Hal tersebut tentu saja menuntut aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif.
  3. Kegiatan penutup adalah kegiatan mengakhiri materi pembelajaran. Kegiatan menutup pembelajaran perlu dilakukan secara profesional agar mendapatkan hasil yang memuaskan dan menimbulkan kesan yang menyenangkan (Mulyasa, 2008:180-187).

Implementasi KTSP memberikan pemahaman tentang situasi dan kondisi sekolah, sasaran implementasi yang efektif dan efisien, serta harapan sekolah terhadap kurikulum yang diimplementasikan.

Ada dua hal pokok yang perlu disiapkan oleh pihak sekolah, yaitu kesiapan materil (sumber daya alamiah sekolah) dan non materil (sumber daya manusia sekolah). Bentuk kesiapan materil sekolah dapat dilihat dari dimensi perangkat kurikulum, sarana dan prasarana sekolah, keuangan, dan lingkungan sekolah yang mencakup lingkungan fisik (gedung) dan lingkungan sosial.

Sedangkan bentuk kesiapan non materil sekolah dapat dilihat dari dimensi kepemimpinan kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua (Susilo, 2008:180-191). Hal senada dikemukakan oleh Rusman (2009:202-205), banyak komponen yang berpengaruh terhadap kegagalan atau keberhasilan pendidikan, antara lain (1) kepala sekolah; (2) guru; (3) kurikulum; (4) sarana pendidikan; (5) sistem penerapan pendidikan; dan (6) suasana sosial dan lingkungan sekolah.

Sejalan dengan uraian di atas, Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo (2008:37-38) mengemukakan tingkat kesiapan sekolah dalam pengembangan KTSP. Untuk menjawab persoalan ini perlu melihat kondisi nyata sekolah dalam membangun kemampuannya (capacity building), yang secara sederhana dapat dipetakan ke dalam beberapa tahap berikut ini:

1.)  Tahap Pra-formal, yakni sekolah yang belum memenuhi standar teknis, atau belum dapat memiliki sumber-sumber pendidikan (guru, sarana dan prasarana pendidikan, dan sebagainya) yang memadai untuk menyelenggarakan pelayanan pendidikan secara minimal.

2.)  Tahap Formalitas, yakni sekolah yang sudah memiliki sumber-sumber pendidikan yang memadai secara minimal atau mencapai standar teknis minimal, seperti jumlah dan kualifikasi guru, jumlah dan kualitas ruang kelas, jumlah dan kualitas buku pelajaran, dan jumlah dan kualitas fasilitas pendidikan lainnya.

3.)  Tahap Transisional, yakni sekolah yang sudah mampu memberikan pelayanan minimal pendidikan bermutu, seperti kemampuan mendayagunakan sumber-sumber pendidikan secara optimal, meningkatnya kreativitas guru, pendayagunaan perpustakaan secara optimal, kemampuan menambah anggaran dan dukungan fasilitas pendidikan dari sumber masyarakat, dan lain-lain.

4.)  Tahap Otonomi, yakni sekolah yang berada pada tahap penyelesaian capacity building menuju profesionalisasi dan pelayanan pendidikan yang bermutu.

Strategi membangun kemampuan (capacity building) yang bisa dilakukan agar layak atau semakin layak untuk mengembangkan KTSP, antara lain:

  1. Terhadap sekolah tahap pra-formal, strategi capacity building dilakukan melalui upaya melengkapi sumber-sumber pendidikan dengan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan secara minimal, tetapi memadai untuk dapat mencapai tahap perkembangan berikutnya.
  2. Terhadap sekolah yang sudah mencapai tahap formalitas, strategi capacity building dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan kemampuan tenaga kependidikan, seperti kepala sekolah agar mampu mendayagunakan sumber-sumber pendidikan secara optimal dengan tanpa banyak pemborosan. Bagi tenaga pengajar dikembangkan kemampuan untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran secara kreatif dan inovatif, serta dapat melakukan penelitian terhadap pendekatan pembelajaran yang paling efektif.
  3. Terhadap sekolah yang sudah mencapai tahap transisional, perlu dikembangkan sistem manajemen berbasis sekolah yang didukung oleh partisipasi masyarakat dalam pendidikan serta mekanisme akuntabilitas pendidikan melalui fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
  4. Terhadap sekolah yang sudah mencapai tahap otonomi perlu ditingkatkan pengembangannya secara optimal dan menyeluruh yang mencakup seluruh komponen pendidikan yang ada didalamnya, sehingga dapat dikembangkan ke arah sekolah nasional yang berstandar internasional.

7. Evaluasi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Evaluasi atau penilaian dalam KTSP dibedakan menjadi dua, yaitu evaluasi yang dilakukan oleh pihak dalam (guru dan pengelola sekolah) yang selanjutnya disebut evaluasi diri dan evaluasi oleh pihak luar (badan indpenden atau badan akreditasi sekolah). Sasaran evaluasi secara garis besar mencakup masukan (termasuk program), proses, dan hasil (Wahyono, 2013:1).

Diberlakukannya KTSP mengharapkan adanya perubahan dalam kegiatan pembelajaran termasuk dalam penilaian. Mulyasa (2007:258) menjelaskan, “penilaian hasil belajar dalam KTSP dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, benchmarking, dan penilaian program.” Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a.       Penilaian Kelas

Penilaian kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir. Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran dalam kompetensi dasar tertentu. Ulangan umum semester pertama soal diambil dari materi semester pertama. Ulangan umum semester kedua soal merupakan gabungan dan semester pertama dan kedua, dengan penekanan pada materi semester kedua. Ujian akhir dilakukan pada akhir program pendidikan. Bahan-bahan yang diujikan meliputi seluruh kompetensi dasar yang telah diberikan, dengan penekanan pada kompetensi dasar yang dibahas pada kelas-kelas tinggi. Hasil evaluasi ujian akhir ini terutama digunakan untuk menentukan kelulusan bagi setiap peserta didik, dan layak tidaknya untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat diatasnya.

b.       Tes Kemampuan Dasar

Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang diberlakukan dalam rangka memperbaiki program pembelajaran (program remedial). Tes kemampuan dasar dilakukan pada setiap tahun akhir kelas III.

c.       Penilaian Akhir Satuan Pendidikan dan Sertifikasi

Pada setiap semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu.

d.      Benchmarking

Benchmarking merupakan suatu standar untuk mengukur kinerja yang sedang berjalan, proses, dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang memuaskan. Hasil penilaian tersebut dapat dipakai untuk melihat keberhasilan, keberhasilan kurikulum dan pendidikan secara keseluruhan dan dapat digunakan untuk memberikan peringkat kelas, tetapi tidak untuk memberikan nilai akhir peserta didik. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu dasar untuk pembinaan guru dan kinerja sekolah.

e.        Penilaian Program

Penilaian program dilakukan oleh Kemdikbud dan Disdik secara kontinu dan berkesinambungan. Penilaian program dilakukan untuk mengetahui kesesuaian KTSP dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan kemajuan zaman.


BAB III
PENUTUP

Kurikulum (curricullum) berasal dari kata curir (pelari) dan curere ( tempat berpacu), pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga. Berdasarkan pengertian di atas, dalam kurikulum terkandung 2 hal pokok yaitu :

1.      Adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa,
2.      Tujuan utamanya untuk memperoleh ijazah.

Di dalam Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan nasional dan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun esensi dari pengembangan kurikulum adalah proses identifikasi, analisis, sintesis, evaluasi, pengambilan keputusan, dan kreasi elemen-elemen kurikulum. Jika proses pengembangan kurikulum ingin berjalan secara efektif dan efesien, maka para pengembang kurikulum harus memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum, baik yang bersifat umum maupun khusus.

Adapun yang melatar belakangi dirumuskannya kurikulum berbasis kompetensi diantaranya adalah Masalah Mutu Pendidikan rendah, Masalah Keanekaragaman Kondisi Peserta Didik, Tantangan Globalisasi. Tantangan Sumber Daya Alam. Dan Otonomi Daerah.

Kurikulum berbasis kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.

Sedangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1) dan 2) sebagai berikut: Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional. Dan Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversivikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.



DAFTAR PUSTAKA

Hamalik.Oemar.Kurikulum dan Pembelajaran.Jakarta:Bumi Aksara.2010

Tim Pengembang MKBP Kurikulum dan Pembelajaran. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. 2011

Ruhiyat,Toto. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo.Persada.

Depdiknas, Balitbang. “Kurikulum Berbasis Kompetensi” , Katalog Dalam Terbitan. Jakarta: 2003. Hlm. 9-20

Mulyasa, E. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, Dan Implementasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Mulyasa, E. 2011. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya





Artikel Terkait:

Comments
0 Comments

0 comments:

Posting Komentar

 

JADWAL SHALAT

PENGUNJUNG

CONTACT US


 
Cara Seo Blogger